-->
    |

Satwa Liar Kabupaten Kepulauan Sula yang terancam Populasinya.




Oleh : Usman Bakri Umasugi
Aktivis Lingkungan

Pada saat ini, populasi satwa liar di Kabupaten Kepualaun Sula merosot tajam. Akibat perambahan hutan yang tak terkendali. Degradasi  hutan di kabupaten kepulauan Sula terjadi karena pembukaan hutan untuk perkebunan, maupun penebangan liar. Ironisnya lagi pembukaan hutan sebagai lahan perkebunan dilakukan dengan cara membakar yang dimana bukan saja merusak hutan sebagai tempat tinggal berbagai jenis satwa liar tapi juga unsur hara dari pada tanah.

Berikut ini bebrapa satwa liar di Kabupaten Kepulauan Sula yang terancam populasinya akibat perambahan hutan yang tak terkendali.
1. Kua-Kua/Merpati Hutan Putih.
Foto : Merpati Hutan Putih

Merpati Hutan Putih atau yang di kenal dengan sebutan Kua-Kua bagi warga setempat adalah burung yang berstatus kritis dalam IUCN. Merpati hutan putih berukuran besar (40 cm), berwarna putih bersih, sayap berwarna hitam, ekor bagian atas berwarna hitam, ekor dan tubuh bagian bawah berwarna putih. Walaupun belum ada data resmi tentang populasi merpati putih di Kabupaten Kepualauan Sula tapi sesuai dengan pengamatan di lapangan merpati jenis ini sekarang sudah sangat sulit kita jumpai di alam liar. 
2. Man Baha/Tib-tib/Merpati Hutan Mentalik.
Merpati-hutan Metalik adalah spesies burung yang mempunyai paruh, berdarah panas, dan membiak dengan cara bertelur.

Merpati-hutan Metalik berukuran besar (45cm). Merpati Hutan Metalik masih dalam keluarga Columbidae. Burung jantan mempunyai kepala bewarna ungu dan hijau berkilau, sayap hitam dan hujung ekor tegak, iris mata merah, paruh kuning, dan kaki keunguan. Ia mempunyai bulu dada perang pudar atau hijau keunguan bergantung subspesies
3. Kepala Roda Mangole/Raja Perling

Adalah sejenis burung anggota Amilia Sturnidae (Jalak dan kerabatnya). Walaupun Raja Perling di kenal sebagai salah satu satwa endemik Sulawesi Tangah akan tetapi penyebarannya juga sampai ke Kabupaten Kepulauan Sula Khusunya Pulau Mangole.

Habitat alaminya yaitu hidup di hutan-hutan basah, terutama di bukit-bukit dataran rendah sampai dengan dataran tinggi 1000-2000 diatas permukaan laut. Status dari burung jenis ini juga tarancam keberadaanya karena perambahan hutan yang semakin meningkat.

Selain beberapa satwa liar diatas masih ada beberapa satwa liar yang keberadaanya juga terancam oleh berbagai aksifitas masyarakat baik itu di hutan maupun di lautan. Walaupun penyebaran beberapa satwa jenis ini masih banyak kita temukan bukan tidak mungkin bebarapa tahun yang akan datang satwa-satwa ini juga akan terancam populasinya karena hutan dan lautan yang menjadi habitatnya telah di rusaki oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Berikut ini beberapa satwa liar yang di perkirakan akan mengalami nasib yang sama seperti beberapa satwa liar diatas.
yaitu :
Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea) merupakan penyu terbesar di dunia dan merupakan reptil keempat terbesar di dunia setelah tiga jenis buaya. Selain itu penyu ini walaupun berjalan lambat, namun ketika berenang merupakan reptil tercepat di dunia dengan kecepatan mencapai 35 Km perjam, Penyu belimbing mampu mempunyai ukuran panjang hingga 3 meter dengan berat dewasa mencapai 900 kg.Jenis ini bisa mudah diidentifikasi dari karapaksnya yang berbentuk seperti garis-garis pada buah belimbing. Karapaks ini tidak ditutupi oleh tulang, namun hanya ditutupi oleh kulit dan daging berminyak. Penyu belimbing merupakan satu-satunya anggota famili Dermochelyidae yang masih hidup. Peredaran Penyu Belimbing di Pulau Mangole Semakin langkah akibat perburuan liar.
Nuri Raja Mangole (Alisterus Mangole), adalah Burung Nuri yang peredarannya masih cukup banyak kita jumpai di Pulau Mangole Penampilan jantan dan betina kelihatan sama, dengan kepala dan bagian atas badan yang didominasi dengan warna merah, sayap hijau (biru pada satu subspesis), dan punggung dan ekor biru. Enam subspesies diakui, tetapi hanya beberapa ini yang biasa pada avikultur. Di alam liar, burung ini mendiami hutan hujan dan memakan buah-buahan, biji-bijian dan kuncup. Peredaran burung ini di Pulau Mangole masih terbilang sangat sangat jauh dari kepunahan.
Perkici Mangole mempunyai tubuh berukuran 23 cm. Dewasa: secara umum berwarna hijau dan kuning limun, kepala depan dan kekang bercoret biru/hijau muda, sedangkan bagian kepala lainnya Burung endemik pulau Pulau Mangole, menghuni tepi hutan primer, hutan sekunder, tegalan dan perkebunan sampai ketinggian 1400m. Burung yang cukup umum, meskipun dengan daerah persebaran yang terbatas. Sering ditemukan terbang dengan jenis paruh-bengkok lain dalam kelompok kecil yang berisik. Memakan nektar bunga, buah ara dan sesekali serangga.

Harapan saya, kedepannyan masyarakat khususnya masyarakat Kabupaten Kepulauan Sula lebih ramah dalam pemanfaatan hutan baik itu untuk kegiatan perkebunan, pemukiman dan lain sebagainya agar flora dan fauna yang ada tetap lestari. 

LESTARI HUTANKU DAN LAUTKU MAKA SEJAHTERA RAKYATMU
    
Komentar

Berita Terkini