-->
    |


Perempuan Berlabel 'Sampah'


Oleh : Karman samuda

Pergolakan kehidupan terus berkembang di tengah pusaran masyarakat, kiasan drama  selalu di pentaskan pada kedua bola mata, sementara kita hanya dapat menyimak begitu saja.

Perempuan sampah, bila kita membacanya agak terasa aneh dan pasti  menimbulkan pertanyaan-pertanyaan liar seperti apa itu perempuan sampah ?

Di antara dua kalimat masing-masing memiliki makna berbeda. Namun dalam narasi ini saya ingin menghantarkan para pembaca menginterpertasikan ke dalam suatu makna yang mempunyai relevansi positif.

Kata sampah, sudah tentu imajinasi kita akan terkonstruk pada tumpukan atau berserakan benda. Dalam tulisan ini saya sengaja untuk tidak mendeskripsikan sampah terlalu luas, hanya di jadikan rujukan pengantar dalam tulisan.

Perlu kita ketahui bersama bahwa kalimat sampah sering memicu sebagian orang untuk memberi penglabelan kepada perempuan pekerja seks komersial (PSK).Padahal disisi lain sampah juga bisa di daur ulang menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat. Salah satu contoh "Kardus yang di daur menjadi kotak suara yang nantinya di pergunakan oleh masyarakat saat pemilihan 2019 mendatang.

Dengan hiruk pikuk dinamika sosial seperti ini membuat sebagian orang menyebut perempuan PSK identik dengan sampah masyarakat. Stigma semacam itu direkatkan sehingga terjadi penekanan secara struktural maupun kultural pada kaum PSK.

Padahal sesungguhnya mereka juga tidak menginginkan hal serupa hadir di setiap relung kehidupan mereka. Hanya saja situasi lingkungan maupun kebutuhan, dan sebagainya menjadi pemicu untuk menjerumuskan separuh wanita hanyut di lembah hitam. Sebab kehidupan saat ini mengajarkan manusia untuk berlomba-lomba dalam mengejar sesuatu sesuai dengan kehendak hatinya.

Beberapa pekan lalu ribuan orang mengikuti seleksi CPNS, tetapi yang lulus hanya sebagian kecil orang. Penulis meyakini benar bahwa di antara mereka yang tidak lulus pasti merasa frustasi, terpaksa lahirlah frasa ijasa sarjana yang tidak berguna.

Hal ini juga sangat di rasakan oleh perempuan PSK dalam kehidupannya. Sebagai manusia sama halnya dengan kita yang membutuhkan dunia profan-materil serta kerohanian, memiliki kayakinan adanya kuasa tuhan. Akan tetapi menurut, Rudolf Otto" adanya pergolakan jiwa sehingga penghayatan kaum pelacur memandang tuhan dengan perasaan takut.

Pelacuran memang menjadi fenomena sosial yang tidak mengenal tempat dan suasana, Ia senantiasa hadir selama ada yang membutuhkan, olehnya itu sampai kapanpun duni pelacuran tidak pernah akan hilang. Dunia pelacuran berhenti terkecuali seluruh manusia sudah tiada di muka bumi ini.

Menjadi PSK dalam banyak hal bukanlah suatu pilihan bagi seorang perempuan. Jika ada pilihan rasional di dalam kehidupan, maka mereka pasti akan memilih pekerjaan terhormat seperti, dosen, guru, hakim, jaksa, pegawai BUMN dengan gaji menggiurkan.

"Naluri manusia akan selalu memilih yang terbaik dan menghindar dari kejelekan", bila seseorang sudah berumah tangga maka yang dia inginkan adalah rumah tangga sakinah, mawaddah, penuh tentram serta kasih sayang. Akan tetapi di dalam kenyataannya banyak kehidupan yang berjalan sebaliknya. Akibatnya seseorang terpaksa harus melakukan kegiatan yang tidak sewajarnya dan bahkan terkadang tindakan itu bertentangan dengan hukum yang berlaku, seperti menjadi koruptor, pembunuh, pelacur dll.

Seperti cerita seorang PSK sebut saja Yuli. perempuan 30 tahun yang berasal dari kota Jombang. Dia adalah anak pertama dari 6 bersaudara, terlahir dari keluarga petani dengan kehidupan penuh keterbatasan.

Sementara urasan agama keluarganya termasuk taat. Keterbatasan ekonomi menyebabkan Ia hanya mampu mengenyam pendidikan sampai Madrasah Tsanawia. Selepas lulus dia memilih anjuran orang tua untuk melanjutkan pendidikan agama di pondok pasantren yang cukup kenal di Kota Kediri. Namun, karena keterbatasan ekonomi keluarga maka Ia pun tidak lama bertahan di pasantren, hanya sekitar 6 bulan.

Setelah itu dia pun pulang membantu pekerjaan di rumah. Yuli menjalani aktifitas membantu keluarga selama beberapa tahun lamanya, hingga datang pinangan dari sesorang laki-laki yang akhirnya menjadi suaminya.

Dari perkawaninan itu, mereka di karunia seorang anak perempuan. Akan tetapi cobaan datang menerpa dan mengubah jalan hidupnya. Suaminya pergi dengan perempuan yang masih satu desa dengannya. Adanya kenyataan ini membuat Yuli rapuh terperangah serta membutakan mata hatinya.

"Hari demi hari Ia lalui tanpa arah yang pasti. Dia juga harus bertangung jawab membesarkan putrinya seorang diri, cobaan dari Allah membuat Yuli berpikir realistis. Mungkin inilah takdir yang sudah di gariskan, kata Yuli.

Ketika anaknya semakin besar tuntutan ekonomi pun semakin bertambah. Datanglah seorang teman mengajak Yuli bekerja sebagai pramusaji di Kalimantan. Dari sini, Yuli meminta izin kepada keluarganya untuk berangkat ke Kalimantan. Keluarga juga merestuinya. Dan, disnilah awal mula ia menjadi PSK sebab iming-iming pekerja di kalimantan sebagai pramusaji justru berbanding terbalik, ia dipekerjakan menjadi wanita penghibur lelaki hidung belang.

"Ia sangat terpukul dan merasa berdosa atas pekerjaan yang di larang oleh Allah. Menurut yuli, waktu itu ia hanya berpikir bagaimana dengan nasib putrinya". Entah bisikan setan dari mana yang membutakan hatinya. Sehingga akhirnya dia menerima pekerjaan kotor itu. Hampir satu tahun lamanya Yuli menjadi PSK dan sempat inngin berhenti dan menjalani kehidupan normal setelah pindah ke Surabaya. Ia mencoba jadi manusia yang baik.

Sebuah yayasan Yatim piatu menjadi tempat memuaskan dahaga akan kerinduan kapada Allah, Ia belajar menyisihkan sebagian penghasilannya setiap bulan untuk bersedekah. Satu hal yang Yuli pikirkan bahwasanya Allah memerintahkan kita untuk mengasihi sesama.

Ia, belum bisa mengaji dan Ibadah lima waktu  sebagaimana yang sering dia kerjakan di rumahnya, tetapi paling tindak dia merasa puas bisa meladani salah satu ajaran Rasul.

"Entah kelak aku akan masuk ke dalam golongan umat yang mana, tetapi satu hal yang ku yakini adalah Allah Maha mengetahui dan maha mengasih. Hanya dialah yang berhak menentukan surga atau neraka aku di tempatkan dan aku melakukan semua ini bukan karena kesenangan semata, melainkan untuk kebahgiaan keluarga terutama anakku.

Keinginanku hanyalah bisa memulai kehidupan baru, dan pulang hidup bersama putriku dan berusaha menjadi hamba yang baik di mata Allah dan sosok Ibu yang bertanggung jawab bagi anaknya, tutup Yuli.
...................

Cerita di atas dapat menjadi perenungan bagi kita bahwa, seseorang pasti memiliki sejarah kelam, namun dengan adanya hal itu mungkin setiap orang tidak menginginkan kehidupan suram terulang kembali dan mau menatap kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya.

Seperti perempuan Eks Pekerja Seks komersial (PSK) yang di tulis Kris Fathoni W, di sebuah majalah, detik.com yang mendapatkan penghargaan Woman Of The Year, pada tanggal 30 Oktober tahun 2006 di New York atas nama Somaly Mam, mantan pelacur asal Kamboja, atas perjuangannya membebaskan para perempuan dari rumah Bordil di Asia Tenggara.

Maka dalam tulisan ini saya ingin tegaskan bahwa kehidupan semua orang itu berbeda -berbeda dan juga mempunyai pilihan yang berbeda pula. Olehnya itu jangan sekali-kali menganggap diri seakan suci dan yang paling benar di mata Allah.

Kemudian jangan pernah menilai seseorang dari apa yang Ia kerjakan, tetapi nilailah dari hasil dari kerjanya tulus serta niat baik yang bisa bermanfaat untuk orang lain. Jadi untuk melindungi kita dari hasutan iblis maka marilah senantiasa kita banyak membuat pemulihan jiwa sambil berdoa agar kita terhidar dari berbagai gelombang kehidupan.**
Komentar

Berita Terkini