-->
    |

WANITA PEMBURU PENGETAHUAN (Part II)



Oleh :Zakiah Buamona

Hari demi hari Akii jejaki tanpa penyesalan sedikitpun didalam hati, baginya 2 bulan bukanlah waktu singkat untuk beradaptasi, awal yang kelabu tak berarti menyisahkan cerita tanpa warna, bahkan kabut dipuncak gunung akan berlalu seiring bejalannya waktu.

Akii yang sempat kehilangan batu pijakan di awal perjalanannya di Negeri Gajah Putih, kini mulai bergairah menuntaskan apa yang sudah ia mulai. Ilmu , ilmu, dan ilmulah yang terus membakar semangat wanita berparas anggun itu.

Saat itu entah kenapa Akii merasa sedikit berbeda. Langkah kaki penuh semangat, senyuman manis yang tak terlepaskan, juga sapaan riang murid-murid disekolah yang sayang untuk diabaikan. Perasaan bahagia yang sulit untuk dijelaskan. Ia terus tersenyum sepanjang hari.

“Kamu baik-baik aja kan Kii” sapa Nuhi rekan KKN-nya dengan raut keheranan memandangi temannya tersenyum tanpa sebab. Tapi Akii hanya diam, seakan pertanyaan itu tak sampai ditelinganya.

“Ah setidaknya kegelisahanku diawal kedatangan sedikit mereda”  gumamnya dalam hati memandangi seisi sekolah yang terasa tak asing lagi, kemudian  berbalik wajah ke arah Nuhi.

“Aku gak apa kok Nuh”, menjawab setelah lama mengabaikan.

 “Terus kenapa senyum mulu dari tadi, oh tahu nih pasti karena hari ini mau gajian ya? sambung rekannya

Akii hanya menggeleng tak mengiyakan walupun memang benar hari itu pay day.

Rencananya diakhir bulan ini Sekolah akan mengadakan Teacher’s Party disebuah Hotel. Semua guru diminta untuk mempersiapakan sebuah persembahan dalam pesta tersebut tak terkecuali Akii dan rekannya itu.

Awalnya dia dan rekannya kebingungan mau mempersembahkan apa dipesta nanti, mereka kemudian berdiskusi dengan guru magang lainya, diruang kantor. Memang disekolah itu mempunyai beberapa mahasiswa magang lain asal Thailand dan China.

Baca juga : wanita pemburu pengetahuan (part I)

Awalnya mereka berencana mempersembahkan sebuah modern dance, namun Akii dan rekannya  kurang sepakat, mengingat waktu yang sedikit juga gerakannya yang terlalu rumit. Bagi Akii hal itu bagaikan menyelam mencari bakat tertanam  dilautan terdalam, Tak akan bersua. Akii memang tak begitu mahir dalam hal mengekpresikan gerakan tubuh diiringi irama , atau bisa dibilang tidak bisa sama sekali.

“How about singing” ? Tanya Akii menghidupkan suasana yang sejak tadi mati suri memikirkan ide-ide.

“Sounds good ! ” jawab mereka sembari memetik jari

Akhirnya mereka memutuskan untuk bernyanyi bersama, bisa dibilang semacam paduan suara atau lebih tepatnya vocal group. Akii yang merupakan pemain gitar pemula yang hanya ahli dalam beberapa kunci dasar mencoba untuk mengiringi nyanyian mereka ditemani iringan ukulele dari salah satu mahasiswa magang asal Thailand.

Setelah latihan dua hari, tibalah saat mereka perform di pesta yang berdresscode pink tersebut, 4 lagu dari 4 Negara berbeda, Thailand, Indonesia, China, dan Inggris, sukses mereka nyanyikan sehingga mengundang tempuk tangan gemuruh dari tamu undangan yang hadir.

“Khop khun khap………”
“Terima kasih………..”
 “Xhie-xhie…………”
“Thank you…….”

Begitulah kira-kira ucapan terimaksih yang Akii dan para rekan vocal groupnya sampaikan sebelum memohon diri beranjak meninggalkan panggung yang menjadi pusat tatapan puluhan pasang mata itu.

Benar-benar pengalaman yang sangat berkesan bagi perempuan berdarah Sula itu, membawakan  lagu Indonesia. Bersanding dengan rekan-rekan dari dua Negara berbeda dihadapan para Guru, dan Pegawai, serta para Petinggi yayasan Wangdee School.

Akii hampir menumpahkan air mata, bagaiman tidak ? seusai melantunkan nyanyian, ia disambut pelukan hangat dari Kepala Sekolah yang selama ini begitu baik dan selalu menganggap dirinya dan rekannya seperti  anak sendiri. pelukan itu mengingatkannya pada sosok yang setiap hari ia rindukan, Mama.

“Oh jangan jadi cengeng, kuatlah !” bisiknya dalam hati dengan mata berkaca-kacawalaupun pestanya begitu meriah, Akii sadar akan tujuan keberadaannya, bukan untuk pesta, bukan untuk hura-hura, apalagi mencari cinta.

Ia disini untuk mimpinya, ia disini untuk orang tuanya, dan ia disini untuk Negaranya. Biarlah ini menjadi pelipur lara tapi jangan terlena.

Sudah banyak hal yang ia lalui selama dua bulan dinegeri orang, yang awalnya tak biasa menjadi biasa, yang awalnya jauh kini dekat, yang awalanya sulit menjadi mudah, dan yang awalnya pergi akan kembali.

Komentar

Berita Terkini