-->
    |


CERPEN | PENCURI MISTERI


Oleh :  Rahmat Akrim

Dengan wajah menghadap cermin ia tersenyum sambil tertawa kecil dan berkata: “Bau juga ya”. Apakah dia malu? Iya, sebab ia belum juga bersalaman dengan air, jika duduk bersama teman-teman pasti jaraknya sedikit berjauhan, satu atau dua meter bahkan lebih jauh dari itu ia akan lakukan, semua  karena malu jika teman-temannya mencium keteknya yang sangat bau itu.

Ali masih tertawa kecil di depan cermin sambil mencium keteknya yang luar biasa menyengatnya. Barangkali ini yang ke seribu kalinya sering mencium begitu, kekasihnya pun telah tahu bahwa Ali malas mandi, tapi begitulah rasanya kekasihnya telah bosan untuk menyuruhnya mandi. Dan malam ini, ia juga belum mandi.

“Kambing saja nggak mandi-mandi kalau di jual pasti mahal, apalagi manusia!
hahahahahaa…..”. Ucap Ali dengan tertawa khasnya sambil mengorek sedikit rambut yang sudah terlihat tidak begitu sehat.

Badan bau, ketek bau, semuanya bau, tapi Ali tidak perduli dengan semua itu, ia kembali merapatkan pantatnya di tempat semula tempat dimana ia berhadapan sedari tadi dengan meja yang berukuran tidak begitu besar,  seperti meja belajar. Ya, malam itu ia lagi baca buku, hanya gara-gara keteknya yang bau membuat konsentrasinya sedikit terganggu dan berdiri di depan cermin sambil senyum-senyum kecil.

Seperti malam yang sudah-sudah membaca buku adalah kebiasaan, buku telah menjadi teman di sepertiga malamnya, membaca telah menjadi ritual baginya. Tetapi malam itu suasananya sedikit berbeda, entah apa yang membuat Ali merasa beda, ia sendiri tak tahu, apalagi bertepatan dengan malam jum’at menambah suasana semakin menyeramkan.

“Li, ayo kita keatas”. Ajak Idam dan Fikar yang berdiri di tangga naik menuju tingkat atas, tempat dimana mereka biasa berkumpul dan berbagi cerita.

“Iya, duluan aja”. Jawab Ali sambil memulai ritualnya kembali.

Lima menit telah berlalu, Fikar yang tadinya sama-sama naik ke atas dengan Idam turun kembali mengambil handphone miliknya yang berada di kamar Ita. Namun sesampainya disana ia tak menemukan Handphone itu dan sedikit tergesa-gesa lalu bertanya ke Ali, begini katanya:

“Kamu lihat ada orang yang lewat sini?”.

“Tidak! Emangnya kenapa?” Jawab Ali dengan wajah yang sedikit kebingungan.

“Handphone saya dan gelang Ita hilang!”.

Sesegera mungkin Ali membereskan bukunya dan keluar melihat di belakang rumah, dengan penuh harap agar mendapatkan seseorang walaupun bukan pelakunya setidaknya Ali akan bertanya, tapi hasilnya sia-sia, tak ada satupun orang yang lewat, bayang-bayangpun tak ada sedikitpun. Dengan sedikit kecewa dan kesal Ali menuju kedepan dimana Idam dan Fikar yang telah ada disana yang lagi mencari-cari si pencuri misteri itu.

Dengan wajah yang penuh keheranan, heran bukan karena hp atau gelang yang hilang melainkan heran karena pencuri, sebab si pencuri dengan cepat mengambil barang milik teman mereka, Ita. Sebelum Idam dan Fikar naik ketingkat atas, mereka masih asik bercerita tepat di depan pintu kamar milik Ita, jadi mana mungkin si pencuri berani mengambilnya, kalaupun ia berniat hendak mengambilnya pasti Idam dan Fikar telah melihatnya, apalagi gelang yang diambilnya masih melekat ditangan Ita.

Malam yang sudah larut itu menambah keheningan, hanya angin yang bertiup kencang, ditambah suara-suara motor yang kian kemari yang tidak begitu jelas dari mana suaranya berasal. Satu persatu wajah mereka penuh kebingungan, tidak dengan Fikar, ia masih saja tertunduk kepala merasa kehilangan. Sedang didalam kamar Ita dengan susah payah mencoba menghubungi nomor Hp Fikar yang sudah kehilangan, selang beberapa menit kemudian Ita keluar dari kamarnya.

“Dia akan mengembalikan besok!” Ucap Ita memberitahu Kami.

“Kembalikan Apa? Tanya Fikar

“Hp kamu”.

“Kok bisa? Aku pikir pencuri tak sebaik itu”. Bantah Ali.

Ali semakin bingung dengan pencuri misteri itu, setahunya pencuri tak pernah sebaik yang dipikirkan, Idam tak membuka mulutnya ia hanya diam, Ita pun kembali masuk ke dalam kamarnya.

“Mana mungkin pencuri mau kembalikan”. Cetus Ali hati dalam hati.

Waktu menunjukan Pukul 04:00 pagi, mereka masih saja asyik membahas pencuri misteri itu, dari arah yang tak begitu jauh mereka melihat motor berhenti dengan dua orang pemuda, tepatnya di pertigaan lorong dekat bangunan tua. Tiba-tiba Ita kembali keluar dari kamarnya, tapi kali ini beda, Ita tak menghiraukan teman-temannya yang sedang duduk di emperan jalan, ia langsung berjalan menuju dimana dua orang pemuda berhenti. Idam, Fikar, dan juga Ali hanya menyaksikan dari arah kejauhan. Tidak terlalu lama, teman wanita mereka pun kembali.

“Ini Hp kamu!”.

“Lalu gelangmu?”. Sambung Fikar.

“Ini”. Sambil menunjukan gelang kepada Fikar.

“Siapa mereka?”. Tanya Idam.

Ita tak menggubris pertanyaan Idam, ia dengan cepat masuk ke kamarnya. Pertanyaan demi pertanyaan terus menghantui di kepala, mereka tak mengerti dengan apa yang terjadi kini hanya Ita yang mengetahui si pencuri misteri itu. Namun yang terpenting adalah semuanya telah kembali, tak ada yang perlu di pertanyakan lagi walaupun masih menjadi misteri, sementara Ali terus menjaga jarak agar keteknya yang bau tak dicium oleh oleh teman-temannya.






Komentar

Berita Terkini