-->
    |


Imunitas Pilkada dan Ancaman Covid-19


Oleh : Jaidi Abdul Gani
Ketua Umum Formapas Malut Sejabodetabek

Mencermati realitas kekinian,  mulai dari pola dan sikap kebutuhan masyarakat serba instan baik dari kebutuhan sandang dan pangan,  menandahkan globalisasi dalam aspek teknologi informasi memiliki nilai yang memudahkan masyarakat untuk melakukan transaksi  kebutuhan. Maka sebagai generasi yang merasakan kondisi saat ini, boleh dikatakan ini ialah  “zaman peralihan”. Zaman yang selalu menjadi  terdepan dalam berbagai persoalan terutama persoalan yang menyangkut orang banyak.

 Terhitungan 4 bulan lamanya negeri tercinta dilanda Covid-19 dan tak kunjung berakhir. Padahal, situasi lain seperti, krisis ekonomi, krisis kepercayaan, krisis moral dan krisis kemanusiaan belum juga terselesaikan. Masalah datang silih berganti, terutama di hari-hari terakhir ini. Berita tentang pandemic Covid-19 yang semakin gencar, belum lagi mereka yang harus hidup di tengah-tengah isu rasis di papua seolah-olah turut melengkapi penderitaan panjang negeri ini. Puluhan bahkan sampai ratusan anak bangsa kehilangan pendidikannya yang akhirnya menatap suram masa depan bangsa.

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak di Indonesia kali ini tidak seperti tahun-tahun sebelumnya yang berjalan hikmat dan di fokuskan mengawal pelaksanaan pemilu di setiap daerah. Namun saat ini jauh berbeda dari sebelumnya karena seluruh negara di belahan dunia dilanda wabah Covid-19 termasuk Indonesia. Virus ini menyebar awal Maret, dimana publik dihebohkan dengan pemberitaan seorang ibu dan anak terindikasi tertular corona saat itu.  Media kemudian memberitakan secara masif.  Anehnya, pemerintah tidak yakin bahwa virus tersebut berkembang di Indonesia dengan pertimbangan pemerintah pusat bahwa kita jauh berbeda dari segi kultur dan iklim. Sehingga, dibiarkan dan tidak disikapi dengan serius hingga di Jawa Barat terjadi peningkatan. Pemerintah mulai mengambil langkah membuat aturan untuk mencegah tersebarnya Covid-19, namun sampai saat ini pemerintah belum mengatasinya.

Kekebalan pilkada serentak dalam kondisi Pandemic Covid-19 mampu tidak bertahan ? dengan
rayuan politik transaksional yang mengakibatkan imunitas pilkada menjadi buruk dari sisi penyelenggara. Kondisi saat ini berpotensi menciptakan gelombang korupsi dan pelanggaran penyalagunaan dana pemilu yang meningkat di karenakan pandemic berakibat pada aspek multi krisis. Kenapa ini di anggap berpotensi korupsi ? sebab yang benar-benar akan di alami masyarakat langsung.

Pandemi virus corona mengakibatkan pelaksanaan pemilihan kepala daerah tertunda dan dilaksanakan pada tanggal 09 Desember 2020 lewat kesepakatan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta Komisi Pemilihan Umum yang dilaksanakan dengan pertimbangan protokol kesehatan sesuai pantauan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Penyebaran covid-19 yang berlaku di setiap daerah masing-masing.

Kesiapan pilkada pada kenyataanya memandang masyarakat sebagai objek utama dari pendekatan pemilu pemula nanti menentukan siapa figurnya. Dimana keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia?. Sejarah pembebasan mengatakan bahwa negara pun lahir dalam rangka perhatian terhadap kondisi sosial yang mengitari kepentingan bersama bukanlah dalam bentuk sebongkah ritual, melainkan dalam bentuk wujud nyata dan kritik sosial terhadap kehidupan yang dirasakan sudah terlaluh jauh menyimpang dari suara nurani rakyat.

Dalam konteks inilah ideologi bangsa lebih dari sekedar ritus-ritus formal penguasa merupakan risalah transformasi sosial yang akan menjadi musuh bagi interst pribadi yang berlebihan dan para pendiri bangsa ialah orang yang pertama kali memikirkan dan membelah secara serius proses transformasi sosial bagi masyarakat. Negara yang progres membebaskan manusia dari status quo, baik kemapanan keagamaan dalam peran teknologi serta memiliki potensi yang dapat dikembangkan menjadi energi revolusioner dan militan sebagaimana konsep kebangsaan pada awal lahirnya. Namun, gerakan meng-Indonesia-kan dalam penjewantahan nilai – nilai yang ada didalamnya  mesti dikaitkan dengan misi tersebut yang diimpikan bukanlah gerakan yang menggunakan kepentingan untuk untuk tujuan kelompok tertentu.

Oleh karena itu, perlu dikembangkan kembali pemahaman masyarakat untuk sadar dalam bahaya
ancaman pandemic Covid-19 yang semakin meningkat dengan membangun kesadaran masyarakat
pada pola hidup sehat dan tetap mengikuti himbauan pemerintah. Pertama, melakukan dekonstruksi dan rekonstruksi terhadap pemahaman dan pembinaan internal masyarakat dalam memanfaatkan ruang sosial sehingga tetap menjaga jarak setiap waktu dan keadaan. Kedua, membangun sinergi lintas pemerintah daerah dan mengedepankan kesepahaman dan saling kerjasama yang menguntungkan (simbiosis mutualisme) melalui dialog peran teknologi dalam kehidupan. Ketiga, perlunya penegasan batas antara realitas dan memanfaatkan teknologi yang membawa dampak positif dalam kehidupan.

Kondisi tersebut bertanda betapa pilkada menjadi realitas yang melekat dalam keseharian publik, dan tentu, media massa kembali menjadi dalang utama masuknya politik ke ruang-ruang publik sebagai alat sosialisasi juga manipulasi informasi dengan iklan-iklan politik pada waktunya mampu meraup dukungan mayoritas konstituen. Tidak sulit memberikan hipotesis, media memberikan kemudaan akses syarat dengan terapan informasi yang mudah dibendung. Mengutip pandangan David Holmes, "media massa dengan integritas broadcast mampu mempengaruhi khalayak hingga ke ranah paling terpencil sekalipun. Selain itu, kemudahan akses territorial membantu integritas penyiaran semakin menguat".

Dilema pilkada nantinya diproyeksikan akhir 2020, membuat seluruh pengamat di tanah air menyarankan adanya keseriusan untuk dipikirkan terlebih dahulu sebelum dilaksanakan. Pasalnya berat rasanya dengan ancaman pandemic Covid-19. Jika dilaksanakan, maka pemerintah harus menjamin keselamatan dan keamanan masyarakat apakah formulasinya mengikuti protokol kesehatan dengan persyaratan panitia penyelenggara menyiapkan masker, hand sanitizer, dan tempat cuci tangan. Maka penyelenggara butuh dana yang besar dalam mengawal pilkada dari ancaman pandemic covid-19.
Komentar

Berita Terkini