-->
    |


Anak Muda Harapan Pertanian

 

Sosok Sulfi Bugis

Jika kebanyakan anak muda bergelar sarjana memilih pekerjaan yang jauh dari hiruk pikuk pedesaan maka Sulfi Bugis tidak demikian. 

Pria 33 tahun ini merupakan sosok anak muda yang sejak awal menetapkan niat tak akan menjadi PNS yang banyak diburu para lulusan perguruan tinggi, bekerja di kantor atau pekerjaan yang mengharuskan seseorang dipimpin.

Sulfi memilih berjibaku dengan lumpur-lumpur sawah, bauhnya pupuk organik, mengadvokasi petani dalam pemakaian pupuk, mendirikan karang taruna hingga membela petani jika mereka di rugikan.

Ia membangun dan membina petani sejak Ia lulus kuliah pada tahun 2011. Izasahnya Ia simpan rapi dalam lemari.

Keputusan Sulfi bukan tanpa dasar. Ia melawan arus mainstrem kebanyakan anak muda yang hilang kepedulian terhadap dunia pertanian. Regenerasi petani merupakan salah satu indikasi perlawanannya.

Di tambah begitu pentingnya pertanian, utamanya pangan sebagai dasar dan fondasi keberlangsungan sebuah negara. Negara yang gagal mengelolah pangan maka gagal mempertahan negara.

Selain itu, wacana pembangunan pertanian yang getol tanpa aksi nyata membuatnya muak. Pandanganya tentantang pertanian tak sekedar diskusi dan selesai. Tetapi butuh aksi nyata dari setiap omongan.

Alhasil sejak 12 tahun terakhir, Ia mengabdikan hidupnya di Kabupaten Halmahera Timur tepatnya di Kecamatan Wasile. Di sini, Ia punya sepetak lahan yang Ia usahakan pada bidang pangan dan holtikultura.

Pria aktivis yang saya kenal sejak duduk di bangku kuliah ini selain bertani, Ia merupakan sosok visoner. Tak hanya kepentingan perut keluarganya saja yang di usahakan tetapi setiap petani yang berada di wilayahnya Ia berdayakan.

Ia terkenal dengan keahlian teknis di bidang pertanian. Padahal Ia merupakan lulusan sarjana ekonomi. Ia tak punya basic dalam dunia pertanian. Namun segala bentuk pupuk mampu dibuatnya. Ia pelajari secara otodidak lalu diajarkan kepada para petani.


Bagi dia pupuk organik lebih sehat lantaran pupukbkimia. Ia getol mengadvokasi pemakaian pupuk organik lantaran masifnya penggunaan pupuk kimia oleh petani.

Pernah suatu waktu dalam sebuah diskusi, Ia berbagi cerita bahwa di daerahnya pemakaian pupuk kimia sudah menjadi over. Alhasil tanah menjadi tidak sehat. Bahkan ada petani yang tidak mau mengkonsumsi hasil panennya padi sendiri dan memilih membeli dari petani yang menggunakan pupuk organik.
Sulfi Bugis dalam kegiatan keuangan

Selain itu, pria 3 anak ini juga mengajarkan banyak hal. Salah satunya proses pembiayaan dan manajemen keuangan sederhana. Setiap beberapa bulan sekali Ia melalakukan upgrade pada kelompok tani. 

Perhatiannya terhadap pertanian tidak sampai disitu. Ia bermimpi petani menjadi aktor yang mandiri dan berorientasi bisnis. Banyak sudah produk yang kemudian lahir dari ide-idenya. salah satunya produk bawang goreng Topo. 

Produk ini merupakan produk dari desanya dalam berbendera Bumdes. Ia getol memberi perhatian dari pengelolaan hingga pemasaran. Berkat usaha dan kerja keras, produk tersebut saat ini mulai merambah pasar konsumen di Ternate.
Pembuatan video promosi produk

Di bidang holtikultura, Ia bermimpi Provinsi Maluku Utara dapat memproduksi sendiri tanpa harus mengimpor dari Sulawesi Utara hingga Surbaya. Sebab dengan memproduksi sendiri maka tekanan harga di tingkat pasar dapat di tekan.

Maluku Utara merupakan salah satu provinsi yang mengimpor segala kebutuhan utamanya pangan dan holtikultura dari luar daerah. Sebuah klimaks pembentukan sistem harga yang cukup tinggi di pasar.

Alhasil, atas dasar ini Ia lantas memperkenalkan sistem pertanian hidroponik. Di mana Ia mulai dari rumahnya di Ternate hingga mengajak siapapun yang tertarik untuk membentuk sebuah manajemen bisnis. 
Pembuatan Pupuk Organik

Bahkan bagi yang tertarik dan ingin mandiri, Ia ajarkan secara detail proses pembuatannya hingga sampai pada proses pemasaran.

Di desa saat ini, Ia sedang mengembakan green house yang didalamnya terhimpun berbagai kelompok petani. Prospek ini kemudian berkembang dengan pesat.

Dedikasi dan inovasi yang Ia terapkan di desa saat ini mulai berlahan membuahkan hasil. Walaupun apa yang dikerjakannya bukan tanpa halangan. ia banyak mendapat permasalahan utamanya pertentangan sistem membangun pertanian yang konvensional.

Tak jarang Ia berdebat alot utamanya dengan pihak pemerintah daerah hingga pemerintah desa yang salah mengalokasikan anggaran ke pertanian. Apalagi pada proses itu, banyak hal luput dari kata pembedayaan masyarakat.


Sulfi Bugis dan hidroponik miliknya

Pria yang tak pernah kehilangan informasi di dunia pertanian walaupun hidup di desa dengan keterbatasan infrastruktur komunikasi ini, getol melawan itu. Ia oleh beberapa pihak dianggap sebagai "musuh".

Apapun itu, apa yang dilakukan Sulfi ialah tindakan yang patut di apresiasi. Ia punya beberapa keyakinan yakni  menjadi petani ialah kebanggan, banyak perut di beri makan. Tanpa mereka para petani, bangsa tak akan kenyang dan kacau.

Baginya penghasilan sebagai petani memang tidak menentu akan tetapi baginya "Lebih baik berpengahsilan setiap hari daripda berpenghasilan di awal bulan  namun ngutang di akhir bulan," 

Sama seperti Sulfi, Hizbullah juga demikian. Pria lulusan Magister Agribisnis UGM pulang ke desa di Halmahera Utara dan membangun kelompok tani yang  isinya anak muda di desanya.

Sejak pandemi menghantam dan lulusnya ia dari UGM pada tahun 2020, Ia kemudian bergerak. anak muda di desanya Ia ajak menanam. 

Mantan presiden senat Fakultas Pertanian Unkhair ini lalu membentuk kelompok tani dan serius menanam tanaman holtikultura. 

Cabai, Tomat, sayur-sayuran merupakan beberapa komoditas yang diusahakan. Kelompoknya sangat aktif menanam. Hasil panen ini kemudian di pasarkan ke pasar lokal

Sulfi dan Hizbullah merupakan dua sosok anak muda yang saat ini sangat mencintai dunia pertanian. Terlepas dari gelar yang mereka miliki, keduanya benar-benar hebat mengabdikan diri membangun pertanian.

Mereka adalah contoh di mana kondisi regenerasi tak berlaku. (sukur dofu-dofu)






Komentar

Berita Terkini