-->
    |


Dari Sidang ke Lapangan : Hasrat Kekuasaan Hambali Tak Mengenal Batas

 


Penulis : 

Hairil - Pemuda Kelurahan Bobo

Kekuasaan yang dipahami sebagai ruang partisipasi publik kini telah berubah menjadi alat untuk menguasai semua lini sosial di tangan orang-orang seperti Hambali Muhammad. Tak cukup menjangkiti ruang forum musyawarah pemuda, dominasi Hambali kini menjalar ke ranah kegiatan amal dan olahraga masyarakat, seperti yang terjadi pada rencana turnamen sepak bola gawang sedang antar RT di Kelurahan Bobo. Ini bukan lagi soal pengabdian, tapi soal ambisi yang membabi buta.

Hambali bukan hanya menyusup ke sidang-sidang musyawarah pemuda yang sejatinya menjadi ruang aman bagi anak-anak muda berproses, tetapi kini juga merebut ruang pengabdian sosial berbasis komunitas. Ia menggantikan Wahyudin Awal sebagai ketua panitia kegiatan amal, menskipun itu dengan dasar dan yang jelas, tetap saja tidak lah rasional menurut hemat saya. Padahal saudara Wahyudin telah disepakati dalam rapat pertama pada 17 Mei malam. Pada rapat kedua, 19 Mei malam, posisi ini diambil alih secara sistematis oleh Hambali, meski secara nyata itu kesepakatan bersama, kenyataannya ruang pemuda kini dicegat oleh seorang mantan politisi yang namanya sudah tidak lagi sekeren dulu.

Kegiatan amal ini bukan sekadar pertandingan sepak bola, tetapi menjadi bagian penting dari tradisi, dari kebiasaan yang pemuda dan pemudi canangkan. Penggalangan dana bagi rumah ibadah (Musolah Hamalatul Arsy) di RT 04, Kampung Baru yang sebelum sudah pernah dilakukan sebelumnya oleh seluruh generasi muda dibawah naungan forum pemuda.

Biasanya, kegiatan semacam ini dipimpin oleh pemuda atau pemudi setempat yang diberi kesempatan untuk mengelola, belajar, dan bertanggung jawab mengemban amanah. Kini, kesempatan itu dirampas dengan kejam oleh seseorang yang haus akan pengaruh.

Ironi ini memperlihatkan pada kita bahwa hasrat kekuasaan Hambali tak mengenal batas. Ia tidak lagi mengenal ruang yang sakral atau profan, semuanya dijadikan panggung untuk memulihkan citranya yang rusak, bahkan dengan mengorbankan proses pembelajaran generasi muda sekalipun. Apakah semua ini demi rumah ibadah? Atau demi menempatkan dirinya kembali di panggung utama kekuasaan sosial? Pembaca boleh menjawab hal ini dalam hati masing-masing.

Turnamen Amal Bukan Panggung Politik

Sepak bola gawang sedang di RT 04 ini akan menjadi ruang kebersamaan yang membangun rasa solidaritas dan tanggung jawab sosial antara pemuda dan masyarakat. Sejauh ini, kegitan sejenis ini menjadi cara komunitas di Kelurahan Bobo untuk menggalang dana bagi rumah ibadah. Tapi kini, kali ini maknanya bisa dibilang ternoda oleh praktik perebutan kuasa yang dilakukan secara halus namun sistematis.

Hambali menjadikan ajang ini sebagai cara untuk memperluas pengaruhnya di tingkat RT, itu sudah pasti. Alih-alih membiarkan pemuda setempat seperti Wahyudin, anak muda yang punya semangat baru ini belajar memimpin, ia justru mengambil alih posisi tersebut dengan legitimasi formal yang tidak lahir dari aspirasi tulus. Meakipun, dalam pandangan kesepakatan, Hambali dipilih bersama dan disepakati bersama. Bagi saya, tolak ukur keserakan bisa kita jadikan sebagai parameter yang terpampang jelas mata kita. Padahal, forum pertama telah menyepakati kepanitiaan secara kolektif dan demokratis, Wahyudi diberikan kepercayaan itu.

Saya pikir, Pemuda di RT 04 merasa diabaikan. Tapi mereka tidak mengatakan apa-apa, bukan karena takut atau menghargai. Di mata mereka, kehadiran Hambali mungkin bagian dari senior, dari pemuda di komopleks. Percaya saja, mereka yang semula semangat ikut serta kini menjadi penonton atas keputusan yang tidak mencerminkan rasa keadilan pada generasi muda ini. Ini adalah bentuk pemutusan proses kaderisasi sosial yang alami. 

Sebuah kesengajaan terencana, menganggap pemuda-pemudi disana tidak punya potensi untuk memengang tanggung jawab itu. Hambali seakan ingin mencatatkan dirinya dalam setiap kegiatan positif, bukan karena kontribusi riil, tapi demi mendaur ulang kekuasaan simboliknya.

Kegiatan amal ini mestinya menjadi ruang bersih dari kepentingan politis. Saya tidak bicara tentang hambali punya kepentingan politik disitu, tapi kehadiran Hambali ini menyilaukan mata saya sebagai bagian dari Pemuda di Kelurahan Bobo. 

Bagi saya, ruang proses yang bersih dan terawat ini harusnya terjaga dengan baik dari racun pemikiran orang-orang yang gagal mengemban amanat masyarakat. Kini, ruang proses yang suci ini telah dikotori oleh logika dominasi. Hambali merusak ekosistem sosial yang selama ini berjalan sehat di bawah kepercayaan antarwarga dan generasi muda.

Retaknya Budaya Percaya di Kalangan Pemuda

Salah satu dampak terbesar dari ambisi Hambali adalah rusaknya budaya percaya antar generasi. Ketika posisi kepemimpinan yang telah disepakati diambil alih oleh figur eksternal yang berkepentingan politik, ia adalah seorang tokoh politik gagal, semua orang tahu itu. Jika ini berlarut dan tidak dievaluasi oleh pemuda, maka kepercayaan masyarakat, terutama kepada pemuda, menjadi rusak.

Forum yang selama ini dibangun di atas dasar kepercayaan dan kebersamaan, seiring waktu akan kembali menjadi ladang konflik kecil diantara lingkungan. Pemuda mulai ragu, apakah mereka benar-benar dipercaya untuk memimpin? Atau hanya dijadikan simbol untuk melegitimasi kepentingan orang lain seperti kepentingannya sang tokoh yang kehilangan arah?

Ketika saya tahu Wahyudin digantikan secara tiba-tiba, yang saya pikirkan bahwa ternyata kemauan Hambali jauh lebih besar dari sekedar menguasai forum pemuda. Hal ini memberi sinyal kuat bahwa keputusan kolektif bisa dengan mudah ditekuk oleh kekuatan yang lebih dominan. Hambali, dalam hal ini, menjadi representasi dari kekuasaan tua yang tidak rela memberi ruang pada regenerasi.

Lebih dari sekadar panitia, kegiatan amal ini telah menjadi tolok ukur kepercayaan sosial. Dan kini, tolok ukur itu telah dirusak oleh manuver sepihak yang tidak menjunjung etika demokratis. Entah Hambali bersama siapa, tentunya upaya untuk masuk lebih dalam ke forum pemuda adalah tujuan politik.

Politik Praktis di Balik Topeng Amal

Hambali hadir seolah sebagai tokoh yang peduli terhadap kegiatan amal. Namun kenyataannya, ia menjadikan kegiatan tersebut sebagai perpanjangan dari strategi politik populisnya. Masyarakat dan sebagian pemuda tidak akan melihat ini hanya dengan mata biasa. Artinya, politik praktis menyusup lewat jalur sosial dan keagamaan, memakai wajah dermawan untuk menyembunyikan niat meraih dominasi.

Kegiatan amal yang tulus mestinya lahir dari kepedulian terhadap kebutuhan masyarakat, bukan sebagai ajang memperkuat simbol kuasa. Dengan mengambil posisi strategis di setiap ruang kegiatan sosial, Hambali memperlihatkan betapa ambisinya melampaui batas-batas moralitas publik.

Lebih parah, ia tidak memberi ruang pada proses regenerasi yang sehat. Anak-anak muda dilingkungan kampung baru yang semestinya memegang tanggung jawab dan berlatih menjadi pemimpin justru tersingkir secara sistematis.

Seharusnya, masyarakat dan pemuda, senior-senior lainnya bisa mengenali pola ini. Bahwa ada agenda tersembunyi yang lebih besar yang diselipkan dibalik kegiatan amal penggalangan dana musolah. Ini adalah langkah konsolidasi sosial-politik yang menggunakan kegiatan amal sebagai kendaraan.

Bahaya Politik Praktis dan Nilai Kegiatan Sosial

Paulo Freire, dalam Pedagogy of the Oppressed, menegaskan bahwa kegiatan sosial seharusnya menjadi sarana emansipasi, bukan alat dominasi. Ketika orang dewasa mengendalikan ruang belajar sosial generasi muda, mereka tidak hanya membajak masa depan, tapi juga mempersempit ruang berpikir kritis anak-anak muda, mereka membunuh dengan sadis keberanian generasi muda.

Ruang yang menjadi proses pendidikan sosial generasi muda ini di nodai dengan asumsi ia lebih dewasa dalam hal memimpin, punya pengalaman atau sejumlah dalih untuk membungkus kepentingan semata. Pendidikan sosial dalam pandangan Nelson Mandela adalah senjata ampuh.

Kata Nelson "Pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk mengubah dunia." Dalam konteks ini, kegiatan amal yang ssharusnya dijalankan oleh pemuda adalah bentuk pendidikan sosial. Ketika itu diambil oleh figur yang ingin mendominasi, aktor di panggung pentas politik yang gagal, maka senjata tersebut justru diarahkan untuk melanggengkan kekuasaan, bukan perubahan.

Di sisi lain, kegiatan amal yang sehat memberi dampak besar bagi masyarakat, ini sudah terbukti sejumlah kegiatan telah dilakukan oleh pemuda diwaktu seblumnya. Kegiatan tidak sekedar untuk galangan dana, lebih dsri itu, memperkuat rasa kebersamaan, memperluas jaringan sosial, dan menciptakan rasa memiliki terhadap generasi muda di setiap lingkungan. Ketika anak-anak muda dipercaya menjalankan kegiatan seperti ini, mereka tumbuh menjadi warga yang bertanggung jawab.

Namun ketika kegiatan itu dibajak, dampaknya sangat destruktif. Bukan hanya menurunkan kepercayaan, tetapi juga menciptakan ketergantungan sosial pada satu figur dominan.

Saatnya Kembalikan Ruang pada Generasi Muda

Kita tidak menolak kerja-kerja amal. Tidak pula menolak siapa pun yang ingin berbuat baik. Tapi kita harus berani mengatakan bahwa kegiatan sosial bukanlah panggung ambisi, bukan panggung cuci nama setelah gagal. Apalagi jika ambisi itu membajak proses pembelajaran generasi muda dan merusak ekosistem kepercayaan sosial.

Hambali, dalam upayanya meraih kembali kekuasaan, memperbaiki namanya, telah menutup alur regenerasi yang sehat. Dari forum musyawarah hingga turnamen RT, semua dijadikan batu loncatan untuk mengukuhkan posisinya. Ini bukan teladan, tapi contoh nyata dari penyalahgunaan ruang sosial.

Masyarakat, pemuda, dan pelajar Kelurahan Bobo harus menyadari ini. Jika kita terus membiarkan dominasi seperti ini terjadi, maka bukan hanya ruang sosial kita yang hancur, tetapi juga hancurnya masa depan anak-anak muda yang seharusnya sedang belajar memimpin.

Kerja amal memanglah hal sangat penting, tetapi lebih penting lagi menjaga ruang aman untuk generasi muda bertumbuh dan berproses. Itu tujuan forum pemuda. Saatnya lawan dominasi yang menyamar sebagai derma. Mari selamatkan masa depan generasi kita dari tangan-tangan rakus yang tak mengenal batas. (***)


Komentar

Berita Terkini