-->
    |


Hambali Membajak Musyawarah : Strategi Licik Menyusupkan Politik Kotor ke Forum Pemuda

 


Penulis ;

Hairil Sadik, Pemuda Kelurahan Bobo

Kegagalan seorang politisi bukan hanya soal elektabilitas yang merosot atau tidak lagi duduk di kursi legislatif. Lebih dari itu, kegagalan sejati adalah ketika ia tak mampu menjaga integritas, lalu kembali ke tengah masyarakat dengan motif yang dibalut tipu daya. Hambali Muhammad, mantan anggota dewan periode 2014–2019, adalah potret dari kegagalan itu. Ia menggunakan narasi “pengabdian” dan “nama masyarakat” sebagai tokoh senior untuk menutupi ambisi lamanya yang tak pernah tercapai.

Dalam beberapa hari terakhir ini, Hambali tampak giat menghadiri bahkan memimpin forum kepemudaan di Kelurahan Bobo. Namun, yang menjadi problem bukan sekadar kehadirannya, melainkan motif di balik keaktifannya secara tiba-tiba yang menyusup ke dalam dinamika anak-anak muda. Sudah barang tentu tujuannya menjual nama pemuda, pelajar, dan masyarakat sebagai komoditas politik, seolah-olah mereka adalah tiket untuk menyelamatkan reputasinya yang telah hancur berantakan. Inilah bentuk pengkhianatan terhadap nilai-nilai amanat rakyat.

Lebih ironis, Hambali nyaris tidak memberikan ruang untuk kritik. Ia mempraktikkan pembodohan sistematis, seolah semua kritik adalah serangan pribadi, padahal sebenarnya adalah refleksi atas tindakan manipulatifnya. Praktik acuh terhadap kritik bukan hanya bentuk kesombongan, tetapi juga penghinaan terhadap semangat demokrasi. Ketika kritik dimatikan, maka forum musyawarah berubah menjadi panggung monolog kekuasaan.

Apa yang dilakukan Hambali bukanlah pengabdian. Ia sedang memanipulasi kepercayaan anak-anak muda demi kepentingan politik praktis. Forum yang seharusnya menjadi laboratorium ide, ruang tumbuh bagi calon pemimpin masa depan, kini diubah menjadi ladang kaderisasi politik penuh kepentingan. Ini bukan proses pembinaan, melainkan pembusukan.

Merusak Pola Pikir : Ketika Generasi Muda Dijadikan Alat Politik

Kehadiran Hambali Muhammad dalam sidang-sidang Musyawarah Pemuda tidak lagi sebatas bentuk partisipasi. Ia bersekukuh, bahkan secara terang-terangan memposisikan dirinya sebagai poros penting dalam semua perumusan keputusan, termasuk ketika membahas Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/RT). Dalam forum yang sejatinya diperuntukkan bagi anak-anak muda yang masih hijau dalam dunia organisasi, Hambali justru menyusupkan narasi bahwa lembaga pemuda adalah batu loncatan untuk karier politik.

Dengan kata lain, Hambali mendorong agar pemuda Kelurahan Bobo berpikir dan berperilaku seperti politisi. Ini bukan hanya salah kaprah, tetapi merupakan bentuk pencemaran terhadap alam pikir generasi muda. Di hadapan para peserta, termasuk pelajar SMP dan SMA, ia menyampaikan bahwa menjadi bagian dari lembaga pemuda adalah langkah awal menjadi kader politik. Hambali dengan sadar menanamkan benih-benih ambisi kekuasaan sebelum para generasi muda ini memahami esensi dari tanggung jawab sosial.

Kita bisa membayangkan betapa rakus dan egoisnya seorang mantan anggota dewan yang tidak hanya ingin memegang kendali atas forum, tetapi juga ingin memetakan arah berpikir generasi yang masih dalam tahap belajar. Forum yang seharusnya menjadi ruang eksploratif dan penuh nilai-nilai edukatif, disulap menjadi lahan kaderisasi politik praktis. Ini adalah bentuk intervensi paling kasar dan menjijikan terhadap pendidikan non-formal anak muda.

Lebih tragisnya, isi perut lembaga pemuda ini bukan hannya pelajar yang sementara menempuh pendidikan kuliah, ada sejumlah anak-anak muda yang dirangkul karena mereka putus sekolah, bukan hanya pemuda dan pemudi, di dalam forum pemuda pada saat sidang pleno, ada anak-anak pelajar aktif dari tingkat SMA.

Mereka belum sepenuhnya matang secara psikologis, tetapi sudah disodorkan narasi politik praktis yang kabur dan penuh tipu daya. Bisa dibayangkan, hal ini ketika di forum formalnya, bagaimana jika suatu saat anggota kepemudaan yang isinya sejumlah pelajar dan anak-anak muda yang putus sekolah. Anak-anak ini harus duduk dalam suatu bahasan politik praktis dikemudian hari yang dimotori oleh Hambali. Jika ini terus dibiarkan, generasi kita tidak akan tumbuh dengan pemahaman kritis dan idealisme segar, melainkan akan menjadi generasi oportunis yang berpikir sejak dini untuk mengatur, menguasai, dan mengakali.

Politik Praktis di Ruang Suci Pemuda : Sebuah Penodaan Intelektual

Forum pemuda adalah ruang suci. Ia seharusnya dihuni oleh semangat kolaborasi, inovasi, dan nilai-nilai kemanusiaan. Hambali Muhammad tidak hanya melanggar norma, ia sedang menodai ruang itu dengan menyuntikkan virus politik praktis. Dalam sidang AD/RT, ia tanpa rasa malu menyatakan bahwa lembaga pemuda adalah fondasi awal untuk menjadi aktor politik. Ia tidak membicarakan soal literasi, kewirausahaan, lingkungan, pendidikan atau pengembangan kapasitas pemuda secara utuh.

Dalam perspektif Hannah Arendt, politik seharusnya menjadi ekspresi kebebasan dan partisipasi aktif yang lahir dari ruang publik yang setara. Namun, ketika pemuda sejak awal didorong untuk berpikir seperti politisi busuk, maka yang lahir bukanlah masyarakat demokratis, melainkan aktor-aktor yang hanya tahu memanipulasi. Hambali sedang memproduksi pemimpin masa depan yang berpikir licik sejak remaja.

Sementara itu, Paulo Freire memperingatkan bahwa pendidikan yang membebaskan tidak boleh menjadi alat indoktrinasi. Apa yang dilakukan Hambali adalah bentuk pendidikan penindasan. Ia menggunakan otoritas dan pengalaman masa lalunya untuk mengarahkan pola pikir anak-anak muda kita ke dalam lorong gelap politik kotor.

Untunnya, sebagian pemuda melihat ada penyusupan ini, beberapa pemuda tidak biarkan begitu saja. Meskipun mereka ini belum bisa tentukan sistem penyaring atau mekanisme kontrol yang mampu menghalau narasi busuk ini masuk ke dalam ruang forum. Inilah bahayanya ketika forum anak muda tidak dijaga dari infiltrasi kepentingan pragmatis.

Pelajar, Pemuda, dan Ancaman Ideologi Politik Kotor

Kita tidak bisa menutup mata bahwa forum pemuda Bobo juga menjadi rumah bagi pelajar, anak-anak putus sekolah, generasi yang baru tamat perkuliahannya, sebagian dari mereka adalah anak-anak SMA yang masih berproses mencari jati diri. Mereka rentan terhadap pengaruh dan belum memiliki bekal analisis kritis untuk membedakan antara narasi inspiratif dan manipulasi politis. Ketika Hambali hadir dan membawa wacana kaderisasi politik sejak dini, itu sama saja dengan menyebar racun dalam gelas susu.

Pelajar dan pemuda ini harusnya dikenalkan pada nilai-nilai dasar kepemimpinan yang bersumber dari moral, etika, dan kepedulian sosial. Bukan diajarkan untuk berpikir politis memburu jabatan, membangun jaringan kuasa, atau menjadi bagian dari skema elektoral. Apa yang dilakukan Hambali adalah pembajakan terhadap proses pendidikan karakter generasi muda.

Lebih berbahaya lagi, narasi politik praktis yang dia usung tidak berbasis gagasan atau visi besar, melainkan didasari pada ambisi individu dan pengalaman masa lalu yang kita sama-sama sudah tahi kegagalannya. Ia tidak hadir sebagai teladan, melainkan sebagai penebar propaganda masa depan politiknya sendiri.

Jika kita tidak segera mengambil sikap, maka lembaga pemuda Bobo akan berubah menjadi ladang kaderisasi politisi, terlebih lagi politisi gagal. Tempat yang seharusnya menjadi laboratorium masa depan justru menjadi pabrik penggandaan cara berpikir usang dan oportunis seperti politisi yang sudah gagal ini.

Pendidikan Adalah Jalan, Bukan Politik Praktis

Satu hal yang harus kita tegaskan adalah masa depan anak muda tidak bisa digadaikan untuk proyek politik siapa pun. Pendidikan harus tetap menjadi jalan utama. Lembaga pemuda adalah tempat tumbuhnya nilai-nilai, bukan tempat merekrut kader untuk kepentingan pemilu lima tahun mendatang. Ketika Hambali mengarahkan generasi muda untuk menempuh jalan politik sejak dini, ia sedang membajak masa depan mereka, dan itu pasti.

Setiap generasi punya hak untuk menentukan arah hidupnya sendiri. Kita tidak bisa memaksakan politik praktis menjadi cita-cita bersama. Apa yang dilakukan Hambali adalah bentuk kekeliruan serius yang disamarkan dalam narasi pengabdian. Padahal, muara akhirnya adalah penguasaan ruang sosial untuk menghidupkan kembali ambisi politik pribadinya.

Lebih tepat jika forum pemuda mendorong anggotanya untuk fokus pada pengembangan diri, kapasitas literasi, penguatan karakter, dan keterlibatan sosial yang konstruktif. Politik, jika pun ingin dibicarakan, harus hadir dalam bentuk pendidikan politik yang sehat dan jauh dari aroma kepentingan praktis.

Hambali gagal menangkap hal ini. Ia lebih tertarik menjadikan forum ini sebagai basis pendukung politik masa depan. Ini adalah kesalahan ideologis yang tidak boleh dibiarkan.

Sebuah Seruan Moral : Selamatkan Generasi dari Pikiran Busuk

Kita sedang menghadapi bahaya yang sangat nyata. Jika kita biarkan Hambali terus menyusupkan narasi politik praktis ke dalam ruang-ruang anak muda, maka generasi mendatang akan tumbuh dalam kebingungan antara idealisme dan oportunisme. Cara berpikir licik dan ambisius yang dibawa Hambali bukanlah warisan yang patut diteruskan, ini peringatan pada kita semua.

Ingat, lembaga pemuda adalah ruang transisi, bukan tempat kaderisasi kekuasaan bicara tentang ambisi. Ketika ruang ini terkontaminasi oleh orang-orang seperti Hambali, maka harus segera membersihkan dan mensterilkannya. Tidak bisa lagi kita bersikap lunak dan membiarkan anak-anak sekolah, generasi muda terlalu banyak menyerap narasi busuk yang ditawarkan dengan senyum licik politisi gagal.

Pemuda dan masyarakat Kelurahan Bobo harus mampu membatasi dan memperhatikan hal ini. Jika Hambali terus berada di tengah-tengah kita, hari ini mungkin hanya sidang, besok mungkin organisasi. Lusa, bisa jadi ia merebut hal-hal lain yang lebih substansial dari pemuda yakni harapan, masa depan, dan arah berpikir mereka.

Menjaga Kejernihan Generasi : Tanggung Jawab Kita Bersama

Apa yang terjadi di forum pemuda Kelurahan Bobo bukan hanya tentang Hambali Muhammad, tetapi tentang bagaimana kita sebagai komunitas yang sehat cara berpikirnya menjaga kemurnian proses tumbuh kembang generasi muda. Ini adalah ujian moral dan intelektual bagi seluruh warga di Kelurahan Bobo, terutama orang dewasa dan para tokoh yang selama ini masih diam atau memilih menjadi penonton.

Generasi muda butuh ruang aman, bukan sekadar dari kekerasan fisik, tetapi juga dari infiltrasi ideologi yang mencemari. Ketika seorang mantan politisi seperti Hambali menjadikan forum pemuda sebagai panggung pribadi, maka kita perlu bertanya, siapa yang sedang kita lindungi, dan siapa yang sedang kita korbankan?

Dalam budaya Maluku Utara, terutama di Tidore, nilai “ngofa-ngofa” (anak-anak) muda adalah simbol masa depan, harapan, dan kesinambungan hidup kolektif. Jika ruang suci ini diacak-acak demi ambisi pribadi, maka kita semua akan menanggung akibatnya. Akan lahir pemuda yang tidak mengenal etika, yang tidak paham makna tanggung jawab, dan yang belajar bahwa cara tercepat menuju kekuasaan adalah dengan mengabaikan nilai-nilai termasuk nilai proses didalamnya.

Karena itu, mari kita kembalikan marwah forum pemuda sebagai ruang edukatif, inklusif, dan visioner. Kita butuh pemuda yang tajam pikirannya, bersih nuraninya, dan teguh pada nilai-nilai. Hal itu hanya bisa terjadi jika orang-orang seperti Hambali tidak lagi diberi ruang untuk menanamkan benih-benih oportunisme di ladang harapan kita.

Pemuda bukan pion dalam catur kekuasaan. Mereka adalah pelukis masa depan, yang harus diberi kuas dan kanvas, bukan naskah busuk dari masa lalu yang gagal.

Jangan biarkan pemuda kita kehilangan kejernihan berpikir hanya karena hasrat kekuasaan seorang politisi gagal.


Komentar

Berita Terkini