-->
    |


Perempuan, Garda Terdepan Dunia Pendidikan


 
Sumber Gambar : Hmms.com

Oleh: Faisal Yamin.
(Mahasiswa FKIP Unkhair Ternate)
 
“Baik dan tidaknya suatu bangsa terletak dipundak seorang perempuan”

Berangkat dari kutipan diatas maka perempuan memiliki nilai strategis dalam suatu bangsa tak terkecuali Indonesia. Sebab maju dan tidaknya Indonesia kedepan sangat ditentukan oleh kuat dan lemahnya peran perempuan dalam pembangunan terlebih dalam membangun etika dan moral generasi muda.

Hal ini berangkat dari kodrat perempuan sebagai seorang ibu yang diberikan kemampuan mendidik dan membina generasi muda yang tak mampu dilakukan oleh seorang laki-laki. Terlepas dari itu perempuan juga merupakan Madrasah pertama bagi seorang anak. Dia yang akan memperkenalkan soal huruf alfabet, angka matematis juga huruf hijaiyah jauh sebelum guru diluar sana mengenalkannya kepada anak. 

Tak sampai disitu, seorang perempuan juga bertanggung jawab soal baik dan buruknya perilaku seorang anak. Anak yang baru lahir ibarat kertas putih dan perempuan yang pertama melukisnya, baik dan tidaknya coretan dia maka baik pula lukisan dia. Maka benar adanya dari pernyataan dari seorang sufi Persia . Rumi bahwa “perempuan adalah cahaya tuhan, dia bukan dicintai dengan duniawi, dia berdaya kreatif bukan hasil kreasi.”

Sebagai kreator dalam membentuk seorang anak maka perempuan dibutuhkan kemampuan tidak hanya merawat melainkan punya kecerdasan yang mempuni agar mampu membawa anak keluar dari suramnya zaman. Jadi sudah sepantasnya perempuan harus mengenyam pendidikan sebaik mungkin agar memiliki keterampilan yang baik, punya wawasan yang luas dan terlebih halus budi.

Walau begitu pentingnya pendidikan bagi kau perempuan, namun partisipasi perempuan dalam dunia pendidikan bisa dibilangmasi rendah. Sekalipun pendidikan merupakan hak seluruh rakyat Indonesia. Namun nyatanya masih terdapat kesenjangan dalam dunia pendidikan. Kesenjangan antara laki-laki dan perempuan tetaplah ada.

Hasil penelitian dari Valentina Sagala mengemukakan bahwa pada tahun 2006 Angka Partisipasi Seolah (APS) laki-laki lebih tinggi dari perempuan, untuk usia kelompok 7-12 tahun angka partisipasi sekolah laki-laki (96,48%) lebih tinggi dari perempuan (96,21%), dan pada kelompok usia 6-18 tahun angka partisipasi sekolah laki-laki (52,48%), sementara perempuan (50,46%).

Dari data Angka Partisipasi Sekolah (APS) di atas, angka buta huruf antara laki-laki dan perempuan juga mengalami kesenjangan. Presentase buta huruf perempuan sebanyak 4,39%, lebih tinggi dari laki-laki 2,92%. Laporan World Economic Forum menunjukan bahwa posisi Indonesia berada di urutan ke-88 pada index kesenjangan gender di tahun 2016. (Lihat berita satu 31/08/2017).

Hal yang sama juga disampaikan oleh Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang bekerjasama dengan BPS di tahun 2012, bahwa ada beberapa indikator yang menunjukan kesenjangan gender dalam dunia pendidikan di Indonesia. Kecendrungannya adalah semakin tinggi jenjang pendidikannya, semakin meningkat kesenjangan gendernya, dimana proposisi laki-laki yang berpendidikan semakin lebih besar dibandingkan dengan proposisi perempuan yang bersekolah.

Kesenjangan tersebut di atas disebabkan oleh berbagai hal diataranya adalah pertimbangan prioritas bahwa nilai ekonomi anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan anak perempuan, pasalnya anak laki-laki diharuskan untuk mencari nafka sehingga penting kiranya seorang anak laki-laki mengenyam pendidikan sebaik-baik mungkin agar mampu dibekali dengan skil yang baik dibandingkan dengan anak perempuan. Seakan pendidikan dipandang hanya bertujuan untuk menciptakan sumberdaya manusia siap pakai dalam hal ini buruh kasar. Sehingga stigma tersebut diatas yang selalu muncul dalam lingkungan keluarga membuat posisi perempuan semakin sulit dalam mengenyam pendidikan dengan baik.

Dari pola pikir yang masih menyudutkan perempuan dan selalu di nomor duakan di atas maka  perlu kiranya agar segerah di hilangkan, pasalnya perempuan merupakan sosok penting terlepas dari pendidik di dunia pendidikan, seperti yang dikatakan oleh Kartini “Perempuan sebagai pendukung peradaban! Bukanya perempuan dipandang cocok untuk tugas itu..tapi(karena dari) perempuanlah yang dapat dipancarkan pengaruh besar, yang berakibat sangat jauh, baik yang bermanfaat atau pun merugikan..Dari perempuan, manusia menerima pendidikan yang pertama-tama, dipangkuannya anak belajar merasa, berpikir, berbicara. Dan bagaimanakan ibu-ibu bumi putera mendidik anaknya, sedangkan mereka saja tak terdidik?”. Jadi sudah sepatuhnya perempuan memiliki kedudukan yang sama dalam menempuh jalur pendidikan laiknya laki-laki. Mereka harus bebas dan bebas mengenyam pendidikan yang setinggi-tingginya.(***)
Komentar

Berita Terkini