-->
    |

SURGA YANG HILANG. Oleh : Juanda Umaternate

Sumber : Ubin Com.


Telah lama mereka saling mengenal, bahkan sangat dekat. Kebersamaan mereka terbilang penuh liku. Banyak rintangan mereka alami. Namun, tak satupun masalah itu menjadi pemisah dan jurang di antara mereka. Mungkin karena waktu sudah menjadikan keduanya sosok yang setia dalam kebersamaan. Kekuatan cinta di antara keduanya adalah satu-satunya alasan bahwa tidak ada yang namanya perpisahan. 

Waktu terus berganti. Tak ada satupun mahluk yang megetahui apa yang akan terjadi. Begitu pula dengan Nurhalis dan Nurbaya. Rupanya perpisahan itu datang saat Nurhalis berangkat kembali ke kota dimana tempat ia dilahirkan, dengan alasan mencari pekerjaan. Tanggung jawab sebagai seorang imam menjadi alasan lain perpisahan itu terjadi. Nurbaya pun menyadari hal tersebut. Sore itu menjadi hari yang berat. Berat karena berpisah dengan orang yang sudah sekian lama bersama berbagi suka dan duka. Sesekali rasa takut dan cemas menghantui benak Nurbaya atas apa yang akan terjadi di hari esok. 

Waktu berputar begitu cepat, menggantikan bahagia menjadi duka, rindu menjadi lara. Hati Nurbaya pun semakin sedih bersama suara mobil angkot di samping jalan yang berada pesrsis di muka halaman rumah mereka saat itu. Perlahan wajah suaminya pun hilang. Nurhalis melambaikan tangan. Lalu, dibalasnya oleh Nurbaya. Mobil angkot itu perlahan berjalan menyusuri arah uatara
***
Kerinduan mampu terlampiaskan ketika hanya mendengar suara dari sang suami tercinta,  komunikasi telepon menjadi pengobat kegundahan hati saat timbulnya rasa rindu, walaupun begitu singkat namun kenyamanan hatinya mampu terlampiaskan, sebab, ia pun memahami aktivitas suaminya yang sementara sibuk dalam mencari nafka.

Berjalanya waktu selama satu tahun, kedua pasangan itu tak pernah bosan-bosan dalam berkomunikasi, sebagai bentuk menghilangkan rasa gunda mereka sehingga tak ada kata resah sedikitpun yang terlintas. Namun kesetiaan itu berubah menjadi kesedihan saat Nurbaya mengetahui bahwa suaminya telah mempunyai pasangan lain sebagai penggantinya, sehingga Kesedihannya meluap tinggi tak ada yang mampu membendungi, dan pada ahirnya ia pun terjatuh sakit

Kondisi Nurbaya menjadi terganggu dikarenakan terlalu banyak beban pikiran yang ia tanggung selama kepergian suaminya. Kebahagiaannya seakan telah direnggut oleh jarak dan waktu, sebab konsekuensi dalam menunggu adalah perihnya merindu, namun kesabaran menjadi tonggak utama dalam benaknya Nurbaya. Kini semua telah berubah, impian bersama sang suami nenjalani hari-hari tua lenyap seketika

Aku tak menyangka kamu sekejam itu padaku. Apa salahku padamu, sampai kamu tega menduakanku. Selama ini aku pikir kamu adalah lelaki terbaik yang dikirimkan tuhan untuk menemani hari tuaku nanti, padahal aku salah menilaimu. Aku masih ingat pesanmu padaku disaat hari keberangkatanmu kala itu. Istriku jangalah bersedih Aku pergi hanya untuk sementara dan akan kembali pulang disaat apa yang aku cari sudah tercapai.Aku pasti pulang dan kita akan bersama selama-lamanya. Itu pesanmu kepadaku, dan aku masi ingat sampai sekarang. Walaupun sakit menanggung derita seorang diri dan ditemani dengan kesabaran membuat aku kuat menghadapi semua kesusahan, kendati harus berjuang seorang diri namun aku mencoba bersabar menanti kepulanganmu, namun disaat kamu sudah sukses, kamu lupa akan janjimu, inikah yang dinamakan kesetiaanmu kepadaku? Cakap Nurbaya lewat telepon kepada suaminya dengan kondisi yang sedang sakit namun ia sembunyikan

***

Hingga suatu hari, Nurhalis mulai menyesal dengan semua perbuatan yang ia lakukan kepada istrinya, padahal istrinya begitu menyangi dan mencintainya. Ia benar-benar sadar disaat apa yang selama ini ia bangga-banggakan kini musnah ditelan badai. Kesadarannya mulai tampak ketika ia sudah kembali terjatuh miskin dan sang istri yang baru yang katanya mencintainya pergi tanpa memberi isyara.

Sehingga pada akhirnya ia pun kembalike kampung Nurbaya dengan tekad akan meminta maaf kepada Nurbaya walau apapun resikonya ia akan terima. Sebab, ia tahu istri yang selama ini benar-benar mencintainya telah ia sakiti dan ia curangi begitu saja. Istri yang begitu soleha, perhatian dan juga penyayang

Ia sangat menyesal dan berdosa pada dirinya sendiri, seakan akan beban yang ia tanggung begitu berat. Percuma aku hidup didunia ini. Tak kuasa aku menahan beban yang kian aku rasakan. Semua yang aku lalui tak lagi bermakna. Jika tuhan menghedak aku rela nyawaku diambil sekarang juga biar semua menjadi lenyap, sempat terpikir dalam benak Nurhalis.

Sementara dari kejauhan seorang lelaki tua terlihat masih duduk di tempat pos penjagaan kuburan menunggu hentinya hujan siang itu. Namun tak lama lagi hujan pun perlahan mulai redah dan matahari mulai mengeluarkan pancaran sinarnya. Lelaki kota itu masih saja tak mau meninggalkan halaman itu, kesedihannya meluap tinggi terpatri dalam dirinya sehingga tak rela meninggalkan tempat itu

Sementara disuasana perkampungan orang-orang masih saja hangat menceritakan betapa kejamnya Nurhalis kepada istrinya. Ada yang mengatakan usir saja dia dari kampung ini, adapula yang mengatakan pulangkan saja ia. Ia tidak pantas menginjak kaki dikampung ini, dasar lelaki kota yang tak bertanggung jawab. Betapa tidak beruntungnya ia mendapat seorang anak sulung dari pak imam yang sangat baik dan perhatian. Rajin solat dan pintar ngaji. Sungguh tak berterima kasih ia kepada Tuhan yang telah memberinya seorang istri yang semulia itu. Kata salah satu orang yang berada di tengah keramaian orang-orang kampung

“Nak ayo kita pulang. Biarkanlah istrimu pergi dengan tenang. Engkau harus mengiklaskan kepergianya. Kita hanya bisa berdoa semoga ia bisa di terima disisi Tuhan sang pencipta, jangan menyiksa dirimu seperti ini nanti arwah Nurbaya tak bisa tenang dialam sana, ujar lelaki tua itu yang merupakan bapak mantu dari Nurhalis

Perlahan Nurhalis mulai bangun dari ketidurannya di atas tumpukan tanah kuburan istrinya, lalu meninggalkan, namun sesekali menatap kebelakang seakan tak kuasa meninggalkan. Ayo nak kita pulang. Bapak tahu perasaan kamu kaya gimana. Kamu harus relah dan mengihlaskan. Mungkin kehendak tuhan dan kita manusia tak ada yang mengetahuinya, ucap Pak Sutomo.

Ketika di tengah kampung saat ia berjalan pulang, orang-orang kampung seakan kompak meneriakan Nurhalis dengan kata yang sangat pedas terdengar di telinga. Kehidupan kamu hanya dikelilingi dengan sampah-sampah yang kotor. Tak sudi kami melihat kamu disini, ayo sana pulang. Pulanglah ke kota yang penuh orang-orang serakah seperti kalian. Kota yang penuh sampah tak beraturan dan kebohongan merajalela dimana-mana. Begitulah teriakan orang-orang kampung dengan penuh kemarahan.
***
Desingan angin melambung tinggi di langit malam dan cahaya rembulan masih menampakkan cahayanya disepertiga jalan, Nurhalis masi saja menatap keatas, sesekali berdoa meminta petunjuk pada sang kuasa, mungkin hanya tuhan yang mengetahui atas apa yang saat ini aku rasakan, gumamnya dalam hati.

Di tengah kehidupan kota yang hiruk pikuk itu, Nurhalis masih mengiurkan semangat dan tekad tak lagi mencari wanita lain sebagai pengganti istrinya. Rasa sayang terhadap Nurbaya tak ada yang tergantikan posisinya. Setelah kematian Nurbaya, kehidupan Nurhalis meringkuk dalam lamunan ketidaksadaran.

Kesedihan merangsang imajinasinya sehingga aktifitas hidup seakan lamur dalam kebuntuan nalar yang rabun, hari-hari yang ia lalui tak lain dan tak bukan memikirkan istrinya. Penyesalan tak pernah lari dari kehidupan keseharianya, sebab belum bisa menjadi seorang imam yang baik buat istrinya.

Ketidaknyamanan selalu merasuki nalurinya sehingga tak ada cara keluar dari belenggu itu. Perasaannya karam terjatuh dalam lautan hayalan dan membentangi cakrawala tanpa memberi isyarat kapan ia akan kembali pada kesadaran hukum dunia, bahwa semua yang ada pasti akan mati.

Nurhalis belum bisa merelakan kepergian istrinya, sehingga kesedihan selalu meroket dipenghujung malam saat tiba. Penyesalan atas perlakuannya kepada istrinya membuat Nurhalis harus terjatuh sakit karena terlalu mengalami beban pikiran. Hanya bayangan dan puing-puing kenangan yang selalu menemani kisah hidup kesehariannya.

Kabar tak pernah Ia sampaikan. Keluarga maupun saudara tak ada yang tahu tentang kondisinya yang sedang sakit itu. Ia berniat tak akan memberi kabar kepada siapapun tentang keadaannya. Yang sempat terpikir dalam benaknya adalah biarkan ia mati bersama kepedulian rasa rindu yang mengebu terhadap istri tercinta. Baginya cara itu merupakan salah satu permohonan maaf kepada istrinya, agar dapat menghilangkan rasa ketidaknyamanan hati. Sehingga sekalipun ia mati, asalkan dengan keadaan terbaring diatas bayangan kepulauan gelora rindu yang menggelayut diatas cakrwala wajah istrinya.

Sempat terbayang dalam benaknya bahwasanya sistem perputaran jaman membuat ia lupa akan membentuk keluarga yang harmonis sehingga surga yang mereka harapkan hilang seketika tanpa dugaan bahkan dongeng kerajaan yang mereka bangu pun lenyap dalam pandangan mata.(*)







Komentar

Berita Terkini