Jakarta-Bawaslu
Provinsi Maluku Utara diberikan teguran keras oleh Dewan Kehormatan
Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI atas dugaan pelanggaran yang diadukan oleh kuasa
Hukum AGK-YA yang menganggap Bawaslu Malut melanggar kode etik penyelenggara
pemilu.
Terdapat
5 pelanggaran kode etik yang dilaporkan ke DKKP yakni : (1) Video karaoke Ketua
Bawaslu Malut Muksin Amrin dengan Marsyah di salah satu tempat hiburan malam,(
2) dugaan pembiaran calon Gubernur AHM menggunakan hak pilih dan mencoblos di
Desa Gala, Kecamatan Taliabu Utara Kabupaten Pulau Taliabu pada 27 Juni 2018
lalu, (3) dugaan meloloskan Amru Arfa sebagai tim asistensi Bawaslu Malut
sekaligus anggota Bawaslu Tidore Kepulauan saat seleksi Calon Bawaslu, (5) mengomentari
tidak ada PSU pada Pilgub dan (5) berkomunikasi
dengan salah satu pengurus partai Nasdem Ruslan Kubais.
Berdasarkan
5 pelanggaran kode etik, fakta sidang
dugaan pelanggaran kode etik hanya dua yang terbukti yaitu, berkomentar bahwa
tidak ada potensi PSU dan terbukti memanfaatkan anggaran pada saat acara di
Bawaslu RI di Jakarta yakni sering bertemu dengan teman lamanya Aziz Hasyim.
Dua
jenis teguran tersebut berdasarkan pertimbangan putusan yang dibacakan langsung
oleh anggota DKPP RI dari Bawaslu RI
Fritz Siregar sedagkan tiga aduan yang di adukan tidak terbukti dengan melihat
jawaban dari pihak pemohon atas bukti dan dokumen dalam persidangan, DKPP
berpendapat terhadap dalil aduan para pengadu terkait pengusulan dan mengangkat
Amru Arfa sebagai tim asistensi Bawaslu Malut serta meloloskan Amru sebagai
anggota Bawaslu Tidore Kepulauan tidak terbukti.
"DKPP
berpendapat bahwa kewenangan proses rekrutmen terhadap tim asistensi Bawaslu
Malut adalah ranah dari Sektetariat Bawaslu RI. Proses rekrutmen menggunakan
seleksi tertulis dengan sistem CAT sehingga sesuai dengan peraturan Sekretaris Jendral
Bawaslu Nomor 1 Tahun 2017 tentang pengangkatan dan pemberhentian kepala sekretariat
Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten Kota dan Panwascam. Amru Arfa menempati
peringkat ketiga pada saat seleksi CAT sesuai dengan pengumuman nomor 1138
Bawaslu tertangal 13 November 2018," papar Fritz saat membacakan
pertimbangan putusan di ruang sidang DKPP di Jakarta, Rabu (21/11).
Fritz
memaparkan, dalam seleksi anggota Bawaslu Tidore priode 2018-2023, DKPP menilai
bahwa pembentukan timsel adalah kewenangan Bawaslu RI sesuai dengan ketentuan
pasal 128 ayat 1 UU nomor 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum.
“Dalam
fakta persidangan, terungkap bahwa teradu sama sekali tidak mencampuri urusan
timsel sesuai dengan keterangan saksi Muamil Sun’an bahwa Amru Arfa yang diduga
sebagai pengurus partai politik dan berdasarkan keterangan ketua DPD II Partai
Golkar bahwa Amru Arfa tidak terlibat partai politik. Oleh karena pengadu tidak
mampu menghadirkan bukti yang relevan terhadap aduan tersebut Maka, berdasarkan
hal tersebut para pengadu tidak terbukti," ucapnya.
Sedangkan, [utusan dugaan pembiaraan Bawaslu terkait dugaan pembiaran calon Gubernur AHM
menggunakan hak pilih dan mencoblos di Desa Gala Taliabu tidak mendasar. Sebab,
teradu pada 28 Juni 2018 mendapat laporan oleh tim hukum pasangan gubernur dan
wakil gubernur AGK-YA.
"DKPP berpendapat, tindakan para teradu tidak sesuai dengan peraturan
Perundang-Undangan sehingga, berdasarkan dalil tersebut dari aduan para pengadu
tidak terbukti," beber Fritz.
Sementara
terkait dengan teradu satu yang berkomentar di surat kabar pada tanggal 20 Juni
2018 bertentangan dengan norma etika. Dalam fakta persidangan, terungkap bahwa
teradu satu setelah diminta keterangan oleh Polda Maluku Utara terkait
penyelahgunaan wewenang kemudian memberikan pernyataan kepada media tidak
adanya potensi PSU di tiga kecamatan, yakni Kecamatan Kao Teluk, Kecamatan
Sanana, dan Kecamatan Taliabu Barat.
Tindakan
teradu satu yang terlalu cepat memberikan keterangan kepada media menimbulkan
kegaduhan. “Teradu satu semestinya bersikap profesional dan tidak membuat
pernyataan yang belum pasti akan potensi PSU di Malut. Teradu dua, dalam hal
ini selaku anggota Bawaslu Malut tidak bertindak sebagai mitra kerja yang
kolektif kolegial," ujarnya.
Selain
itu, dalam persidangan juga terungkap percakapan teradu dan pengurus partai
Nasdem Ruslan Kubais dengan dugaan merencanakan aksi demonstrasi. Dalam fakta
persidangan, terungkap bahwa demonstrasi yang dilakukan oleh organisasi
kemahasiswaan dan pemuda (OKP), BEM pada tanggal 29 Juni 2018 adalah aksi
simpatik untuk mendukung Bawaslu dan KPU Malut.
DKPP
berpendapat status selaku Ketua Bawaslu Malut yang merupakan sesama aktivis
pemuda sebelum menjadi anggota Bawaslu Malut memiliki niat baik agar tidak
dilakukan demonstrasi di Polda Malut.
”DKPP
menilai tidak ada upaya dari teradu satu saat diperiksa oleh Polda Malut. Maka
teradu satu menjalankan demi keamanan agar tidak melakukan demonstrasi yang
menimbulkan kegaduhan di Malut," terang Fritz.
Sementara
terkait dengan pengaduan teradu satu di tempat karaoke Grand Mercure Jakarta
pada tanggal 25 Juni 2018 bersama Aziz Hasyim bertentangan dengan norma etika.
Dalam
fakta persidangan terbukti bahwa teradu satu memanfaatkan waktu. Teradu satu
saat itu sedang menghadiri kegiatan yang dilakukan Bawaslu RI malah justru
digunakan untuk menemui sahabat lamanya di hotel Grand Mercure Jakarta.
Tindakan teradu satu yang tidak diikuti dengan niat yang baik mengikuti acara
Bawaslu RI merupakan tindakan yang tidak sepantasnya dilakukan oleh teradu
satu.
"Karena
itu, DKPP berpendapat sebagai penyelenggara pemilu teradu satu harus menghadiri
acara Bawaslu RI dan tidak menyimpang dari rangkaian kegiatan yang terjadwal
oleh Sekretariat Bawaslu RI. “Teradu satu tidak mengedepankan tugas justru dan bertindak
diluar tugasnya. Sepatutnya teradu satu sebagai pemimpin lembaga mampu
memberikan contoh yang beradab baik kepada
institusinya maupun pribadinya," tegasnya
.
Meskipun
pengadu melampirkan video yang diduga teradu satu bersama komando karaoke atas
nama Masrya, DKPP berpendapat bahwa pengadu tidak mampu menunjukan kebenaran
dari video tersebut. Berdasarkan hal tersebut teradu satu terbukti melanggar
ketentuan pasal 12 huruf a dan b peraturan DKPP RI Nomor 2 tahun 2017 tentang
kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu.
Kesimpulan
berdasarkan fakta persidangan tersebut setelah memeriksa laporan pengadu,
memeriksa jawaban dan keterangan dari teradu, memeriksa seluruh dokumen yang
disampaikan oleh pengadu dan teradu serta mencermati keterangan pihak terkait
dan saksi, DKPP menyimpulkan bahwa DKPP berwenang mengadili pengaduan pengadu,
para pengadu memiliki kebebasan legal standing untuk mengajukan gugatan dan peradu
terbukti melakukan pelanggaran kode etik.
Berdasarkan
pertimbangan dan kesimpupan di atas maka DKKP memutuskan, mengabulkan pengaduan
pengadu dan memberi catatan peringatan keras pada Muksin Amrin sebagai ketua
Bawaslu dan peringatan biasa pada Aslan Hasan dan Masita Nawawi Gani sebagai
anggota Bawaslu Malut,” pungkasnya (Ks).