Oleh : Rahmat Akrim
(Mahasiswa Ilmu Sejarah, FIB Unkhair)
Di dua tahun
terakhir ini, topik tentang
generasi millenial telah
hangat di perbincangan oleh para kalangan di berbagai penjuru dunia, baik itu
dari kalangan mahasiswa, pejabat, sampai
kalangan ilmuwan. Biasanya para ahli dan peneliti menggunakan awal kelahiran
generasi ini dari tahun 1980-an hingga tahun 2000-an. Dari berbagai media baik
media lokal, nasional,
sampai internasional telah banyak memuat artikel tentang peran dan tantangan
generasi milenal di era teknologi informasi saat ini.
Di awal abad 21, teknologi mencapai puncak
kejayaan yang sangat pesat, kemajuan itu dilihat dari bagaimana manusia pada
saat ini telah banyak menggunakan internet. Menurut Henry Kasyfi, Sekretaris
Jenderal Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menyebutkan
bahwa sebanyak 143,26 juta dari total 262 penduduk Indonesia kini telah bisa
mengakses internet. Dari 143,26 juta pengguna internet di Indonesia tersebut
yang lebih mendominasi adalah orang yang muda. Selain itu, dari hasil survei
APJII bahwa generasi milenal menghabiskan waktu 1-3 jam bahkan lebih untuk
menggunakan internet, namun dalam penggunaan internet itu kebanyakan kaum muda
mengakses dan menggunakan sosial
media semata-mata hanya untuk chatting.
Data dan hasil
survey yang dilakukan oleh APJII ini membuktikan bahwa kaum muda atau generasi
milenal pada saat ini belum mampu untuk menggunakan sosial media atau internet
sebagai sarana komunikasi untuk mempermudah dan mendapatkan data serta
informasi yang lebih cepat. Padahal jika kita menilik awal mula sejarah
terbentuknya sosial media pada
tahun 1978 ketika Ward Christensen menemukan system papan bulletin yang
memungkinkan untuk bisa mengunggah, mengunduh serta untuk berbagi informasi.
Sosial Media Sebagai Sarana Untuk Mendapatkan Data dan
Informasi
Secara umum
dipahami bahwa istilah media mencakup sarana komunikasi seperti pers, media
penyiaran (broadcasting) dan sinema.
Namun, terdapat rentang media yang luas mencakup pelbagai jenis hiburan dan
informasi untuk audiens yang besar (Graeme, 2008:9). Sosial media dalam hal ini televisi,
facebook, whatsaap dan lain-lain pada dasarnya adalah suatu wadah dimana
manusia melakukan proses komunikasi serta tempat untuk berbagi informasi.
Hal diatas sepadan dengan defenisi sosial media yang dikemukakan
oleh McGraw Hill, bahwa sosial
media adalah sarana yang di gunakan oleh orang-orang untuk berinteraksi satu
sama lain dengan cara menciptakan, berbagi, serta bertukar informasi dan
gagasan dalam sebuah jaringan dan komunitas virtual (Baca: Model Komunikasi).
Televisi,
facebook, dan whatsaap (social media) seperti yang disebut diatas jika kita
kontekskan pada masa sekarang khususnya di tahun 2018, para kaum muda atau generasi
milenial sudah tidak lagi menggunakan social media sebagai sarana untuk berbagi
informasi dan berbagi gagasan. Namun, social media dijadikan sebagai ajang
pertontonan “promosi” serta dijadikan
wadah menyebar kebohongan (hoaks) sehingga dapat menimbulkan pertikaian antara
satu dengan yang lainnya.
Secara langsung
social media sangat mempengaruhi cara berfikir manusia yang itu berdampak pada
lingkungan dan kehidupan kesehariannya. Selain itu, secara tidak sadar social
media juga mengubah budaya rakyat yang awalnya lahir dari kerativitas manusia kini,
digantikan menjadi budaya populer sehingga melahirkan gaya hidup berpandangan
barat (westernisasi).
Ditengah banyaknya
pengguna social media saat ini terutama kaum muda atau generasi milenial
terkadang tidak mampu membedakan antara kebutuhan dan keingininan. Sebagian
menjadikan social media sebagai kebutuhan utama dalam hidup. Ketika social
media dijadikan kebutuhan mendasar dalam hidup maka, ketergantungan akan hadir
dalam diri dan sulit untuk di lepaskan.
Antara Kebutuhan dan Keinginan
Kebutuhan
merupakan sesuatu yang harus dimiliki manusia karena tingkat urgensinya sangat
tinggi. Jika seseorang memiliki kebutuhan biasanya hal yang utama atau penting
adalah persoalan manfaat dan kegunaan apa yang dapat di ambil serta di pelajari
dari kebutuhan tersebut. Sedangkan keinginan/kemauan berbeda dengan kebutuhan,
keinginan biasanya bersifat subjektif, artinya keinginan hanya lebih mengarah
pada pribadi indvidu semata. Pemenuhan keinginan tidak lain hanya demi
mendapati dan memenuhi kepuasan.
Disinilah poin
penting dimana sebagian generasi milenal saat ini sulit untuk membedakan antara
kebutuhan dan keinginan, social media dijadikan kebutuhan utama dalam hidup sehingga
rasa ketergantungan itu selalu mendominasi diri dan sulit untuk di lepaskan. Selain
itu, adakalanya social media digunakan untuk mewujudkan keinginan dan mendapati
kebahagian. memang pada umumnya semua manusia
ingin selalu hidup dalam kebahagian tetapi cara memperoleh kebahagiaan itu
bukan melalui social media yang pada dasarnya sangat berdampak pada kehidupan
keseharian.
Mengacu pada
paham hedonisme, yang mengatakan bahwa tujuan hidup manusia ialah mencari
kesenangan dan kenikmatan sebanyak mungkin agar memperoleh kebahagian.
Pandangan inilah yang sebagian generasi milenial mempraktekannya. Ulama
terkemuka Timur Tengah Ali Syariati, mengatakan bahwa tantangan terbesar bagi
remaja muslim saat ini ialah budaya hedonism.
Pesatnya
teknologi internet saat ini adalah langkah praktis dimana generasi milenial
harus mampu menciptakan daya saing dalam beradu gagasan sehingga data dan
informasi yang didapati dari sosial media maupun internet mampu menunjang
kehidupan dimasa depan. Dalam pertemuan tahunan Bank Indonesia di JCC Senayan
Presiden Republik Indonesia menyampaikan pesan bahwa kita telah memasuki revolusi industri 4.0, untuk itu bagaimana
peran generasi dalam menghadapai tantangan tersebut dengan cepat sebab,
perubahan tak terduga akan terjadi dan memporak-porandakan pemikiran yang telah
ada (Kompas, 27-11-2018).
Pada saat ini
kita telah memasuki era digital karena, utuh dan kuatnya digitalisasi disegala
bidang, oleh karena dengan kemajuan teknologi internet kaum pemuda diharapkan
mampu untuk menjadian social media sebagai sarana berbagi gagasan.
Gagasan-gagasan itulah yang menentukan bagaimana generasi milenial menjawab
tantagan zaman.*