-->
    |


MIMPI YANG HILANG


Sumber Foto : ahyraablogspot.com

Oleh : Rahmat Akrim

“Aku terlalu lama memendamnya Nis. Sudah terlalu lama. Setiap perjalanan yang kususuri, masih saja aku membayanginya”. Maura mengawali percakapan.

“Aku paham Ra! Namun, aku hanya ingin kau jangan menyerah”. Sanggah Rengganis.

Ombak pantai terus bersuara, sesekali terlihat air  menelan rerumputan yang berada dibibir pantai, tapi tak tahu kemana nanti arus membawanya, semua masih menjadi misteri, seperti senja yang sebentar lagi akan meninggalkan petang. Namun tidak dengan dua wanita itu, mereka masih terus bersenggama bersama mimpi-mimpi yang belum menjadi kenyataan.

“Dan hari ini, keinginan itu masih juga sama seperti hari-hari kemarin. Aku berkhayal terlalu jauh Nis. Hanya takut. Aku hanya takut bila semua mimpi-mimpiku  tak menjadi kenyataan”. Maura seakan tak percaya bila semua akan terjadi.

Desingan angin pantai semakin menggila, bersama dinginnya yang menembus kulit serta malam yang kian mendekat, akhirnya Maura dan Rengganis memutuskan untuk kembali ke rumah. Ditengah perjalanan Maura mengeluarkan kata untuk sahabatnya, begini katanya:

“Kau tahu kan keluargaku gimana Nis? Jadi aku sangat berharap untuk mendapatkannya”. Tanya Maura sembari membuang wajahnya kearah Rengganis sambil menyusuri jalan setapak menuju pulang.

Wanita itu belum juga berkata apa-apa, dia hanya menunduk. Tangan kanan dan kaki kirinya diayunkan kedepan, sedang ditangan kirinya memegang sebilah kayu kering yang dibawanya dari pantai ketika mereka melihat dan menikmati senja di sore hari. Ia belum juga menggubris apa yang ditanyakan Maura.

Rengganis seakan merasa iba terhadap sahabat karibnya. “Seandainya ayahnya masih ada pasti semua  keinginan Maura akan tercapai”. Ucap Rengganis dalam hati.

Suara-suara hewan malam mulai terdengar bising di telinga, merentangkan suara memanggil kawan untuk kembali ke sarang.

“Udah Nis, jangan terlalu mengikuti kesedihanmu, dan kamu tak mesti berharap penuh. Sudahlah! Kita lihat saja besok, semoga hasilnya terwujud seperti  apa yang engkau harapkan, jika saja harapan itu tak sama dengan inginmu, akau akan berusaha dan mencoba tanyakan kepada Pak Mamat”. Sahut Rengganis sambil mengelus belakang Maura.

***
Dan matahari telah terbit bersama tenggelamnya rembulam malam, terlalu cepat ia naik  ke atas langit menguningi semua yang terkena sinarnya. Juga pohon, juga hewan, dan juga manusia-manusia yang mencari sebuah harapan. Masih begitu pagi.

Setelah mereka mendapat tempat di barisan paling depan, Maura yang paling tegang diantara banyaknya ragam manusia yang hadir pada saat itu. Kenapa tidak, sebab ini kali ketiga ia telah mencobanya, ditahun-tahun kemarin namanya tak pernah tertera dalam secarik kertas berwarna putih itu.

Gelisah, ragu, dan takut semua telah dirasakan oleh Maura, sesekali pandangannya dibuang ke kiri dan ke kanan. Tak tahu apa yang hendak dilihatnya, mungkin karena takut sehingga pantatnya yang molek itu tak bersahabat dengan tempat duduknya. Tubuhnya kian kemari.

Rombongan telah memasuki gedung pertemuan, menambah ketakutan untuk seorang Maura. Ia menundukan kepalanya. Rengganis mendekatkan bibirnya ke kuping Maura berbisik perlahan dan juga penuh harapan. “Ra, mereka sudah datang”. Maura hanya menundukan kepala, ia seakan tak  menghiraukan apa yang dikatakan sahabatnya.

Ditengah pembacaan nama-nama tersebut, Maura kembali menengok  ke sahabatnya yang duduk di sebelah kirinya sambil menggoyangkan  kepala, matanya berkaca-kaca penuh dengan kekecewaan. Dia menangis. “Biarlah kekalahan ini sampai disini saja, lebih dari itu sudah tidak bisa lagi”. Bisik  Maura dalam hati.

Belum juga Pak Mamat selesai membacanya, Maura..................

Lena membolak-balik sepotong cerpen yang dipegangnya itu, tapi ia tak  menemukan kelanjutan cerita dari kertas yang di temukannya di jalanan ketika ia hendak pulang. Dengan diserang rasa penasaran, Lena menjatuhkan badan ke tempat tidurnya. Entah apa maksud dari tulisan yang didapatkannya itu, dan bagaimana dengan Maura, semua masih menjadi tanda tanya dan misteri dalam benak Lena.

Komentar

Berita Terkini