-->
    |


AGAMA BUKAN ALAT POLITIK “Sebuah Refleksi Pilkada Halmahera Utara tahun 2015”


Oleh: Ari Anggara Seng, SH
( Pengurus Komunitas Djarod Tobelo )

Agama-agama pada galibnya merupakan lembaga moral yang sakral dan mulia, melalui nilai nilai luhur agama-agama umat manusia di antar untuk mengenal dirinya dan mengakui  kekuasan ilahi diluar dirinya. Melalui agama pula relasi antara manusia dan semesta di jaling guna menciptakan harmoni yang damai.

Agama menjadi bencana ketika ummat beragama mengartikan dan menyalahgunakan agama untuk kepentingan sempit dan sesaat. Seperti apa yang di katakan oleh Karl Marx (agama adalah candu). Agama bukan lagi menjadi rahmat  bagi semua ciptaan, malah terbalik arah menjadi penebar teror dan kebencianan antara sesama manusia.

Agama di politisasi menjadi alat kekuasaan.
Pada sisi lain, Pdt Jacky Manuputty memaparkan sejarah relasi agama dan politik dari perspektif  sejarah kristen. menurutnya, hubungan agama dan politik mengalami pasang surut dalam sejarah kekristenan. Ada saat dimana otoritas gereja begitu berkuasa (powerfulll) sehinga dapat memerintahkan hukuman mati bagi penguasa politik saat itu (raja inggris).

Namun, ada juga saat dimana penguasa(raja) memerintahkan eksekusi mati terhadap otoritas gereja. Disinilah terjadi dialektika relasi antara gereja dan gereja. Di Amerika serikat misalnya terjadi pemisahan yang tegas antara gereja dan negara. Gereja tidak serta merta  dapat mengintervensi negara, begitu juga sebaliknya. walau begitu, dalam praktiknya, pengaruh agama dalam pemerintahan tidak dapat dikecilkan.

Jacky Manuputty yang pernah menerima maarif  award dan tanembaun award dari Amerika Serikat atas kerja-kerja perdamaian yang dilakukanya di Maluku ini menegaskan pentingnya merawat perdamain  dalam momen-momen politik. tanpa perdamaian tidak mungkin ada kesejahteraan. jika merujuk pada perspektif islam sebagaimana ditunjukan KH.Abdurahman Wahid (gus dur), hubungan agama dan negara dalam sejarah memiliki kaitan erat. kepala negara memiliki otoritas yang kuat bahkan dibidang keagamaa. merujuk pada sosok Nabi Muhammad SAW maka selain pemimpin agama, sang nabi juga merupakan pemimpin politik yang kharismatik.

Selanjutnya, ketua persekutuan gereja-gereja di Indonesia (PGI) Dr. Andreas Yewango menyebutkan bahwa gereja mempunyai tangung jawab politik dalam arti turut serta aktif didalam mengupayakan kehidupan berbangsa dan bernegara, dan bermasyarakat berdasarkan pancasila dan UUD  RI 1945 dengan memperjuangkan keseimbangan antara kekuasaan(power),keadilan (justice) dan kasih (love).

Orang kristen dipangil untuk  mengusahakan dimana mereka berada. lebih lanjut Yewangoe menekankan tiga hal dalam partisipasi politik yakni, pertama, kekuasaan yang dimiliki adalah kekuasaan yang melayani. bukan kekuasaan demi kekuasaan. Kedua, yang diperjuangkan adalah kesejahteraan bersama bukan sekedar kesejahteraan diri atau kelompo sendiri. ketiga, didalam penyelengaran kekuasan, mestinya etika dan moral kekuasaan didepankan. Kuasa tanpa keadilan adalah kesewenag-wenangan. keadilan tanap kekuasaan tidak mungkin dicapai.

Sekaitan dengan Penyenggara pemilihan secara serentak, Pilpres, DPR RI,DPD RI, RPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten Kota Di Laksakan Scara serentak pada 17 April 2019 Seluruh Indonesia lebih khusunya di Kabupaten Halmahera utara, agama-agama di uji eksistensinya dan kematanganya apakah mampu menjadi kekuatan perekat dan membawa kemaslahatan atau begitu rapuh dan mudah di politisasi untuk kepentingan kekuasaan sesaat. Untuk menjaga ”cernian” agama bukan sebagai alat politik, maka pertukaran informasi dan saling berbagai merupakan salah satu upaya penegasan meneguhkan peran perspektif agama di ruang publik ,khususnya dalam rangka menyukseskan pemilu damai di Kabupaten halmahera Utara.

Kerjasama antar agama menjadi sebuah impertif yang terberi (given) beberapa pikiran pokok ini bisa kita tuangkan dalam ruang ruang diskusi entah itu di bangun melalui silaturahmi lintas agaama, atukah melalui FKUB Forum Kerukunan Agama.

Diskusi dan silaturahim gagasan ini saya yakin danpercaya bisa melahirkan rekomensasi baik. diskusi ini menghadirkan narasumber: Iksan Hamiru Anggota Bawaslu Kabupaten Halmahera Utara misalnya mengedepanakan rumus sederhana pemilukada damai yakni perpaduan antara calon pemimpin cerdas dan pemilih cerads. tentu saja perlu ditambahkan, penyelengara pemilukada yang cerdas juga, sebab fakta membuktikan bahwa ketiak penyelengara pemilukada khususnya KPU tidak cerdas dan cermat, maka dapat memunculkan kisrus bahkan konflik yang berkepanjangan disekitar penyelengaraan pemilu.

Iksan dengan tepat menjukan bahwa tahapan-tahapan pemilukada yang rentan dimanipulasi dan berpotensi konflik yakni tahap pencalonan, pemungutan suara dan rekapitulasi suara. Pada tahap-tahap ini semua elemen mesti saling mengontrol dengan kritisi satu sama lain, sehinga tidak terjadi penyelewengan yang berpotensi menimbulkan konflik.

Pada lain pihak, Sofyan Lajame Sekretaris Ansor Kabupaten Halmahera Utara mengigatkan bahwa “sejarah kelam” Pilkada malut diwaktu lalu, jangan sampai terulang kembali, seperti dua kecamatan Galela dan Loloda KPU tidak mengakomodir Hak Politik yang di jamin oleh Konstitusi warga negara. Semua elemen masyarakat diajak untuk mewujudkan pemilihan umum yang baik di Kabupaten Halmahera Utara, tentang potensi manipulasi simbol-simbol agama untuk  simpati pemilih.

Pemuda Lintas agama Kabupaten halmahera Utara ini mengigatkan agar masyarakat bersikap kritis sebab belum tentu kandidat yang mengusung simbol-simbol agama. Mengutip jargon Nucholis Madjid (Cak Nur)” islam yes,partai islam No”. Memimjam kata bang herman menegaskan pentingnya integritas diri calon pemimpin agar konsisten menjalankan nilai-nilai moral keagamaan dalam kepemimpinan publik.

Melalui tulisan ini hendak didepankan sebuah harapan agar pemilukada di Halmahera Utara akan berlangsung dengan aman dan damai. Olehnya peran aktif semua elemen masyarakat dan pemerintah sangat aktif  kekuasaan diperlukan.peran KPUD, bawaslu ,para kandidat, tim sukses dan pers sangat strategis pula. demikian pula para tokoh agama agar dapat melakukan pencerahan politik bagi umatanya tanpa terjebak dalam politik praktis.

Tidak kalah penting peran dan partisipasi aktif pemuda lintas iman untuk mengawal pemilukada yang bersih dan damai di malut. selain pemuda merupakan segmen pemilih terbesar, namun pemuda rentan untuk terprovokasi. oleh sebab itu, konsolidasi pemuda dan peran kriktis pemuda sangat diharapkan untuk mendorong transformasi masyarakat Halmahera utara kearah yang lebih  baik. Semoga.

Komentar

Berita Terkini