-->
    |


REFLEKSI 72 TAHUN HMI


Oleh : Yazhar Asis
(Ketua Komisariat Persiapan Ibnu Sina)

“Anak muda adalah emas bagi generasi bangsa”

 secara sadar tak bisa kita pungkiri lagi secara bersama ketika peralihan nama  Nusantara menjadi Indonesia cukup sulit, di tengah guncangan serbuan penjajahan oleh kolonialisme belanda dan sekutu-sekutunya selama -+ 32 tahun. Serangan-demi serangan di lepaskan lewat darat, laut,dan udara terus di gencarkan, hingga kehidupan rakyat Nusantara seakan seperti burung yang kehilangan sangkarnya.

Di tengah pergolakan kolonialisme itulah lahir gerakan-gerakan dari tangan emas genarasi muda ,tidak terlepas pula genersi tua yang turut andil dalam merumuskan konsep untuk keluar dari belenggu kolonalisme tersebut. Sebut saja Bung Karno, pada masa-masa awal ketika semangat pemuda mulai membludak kepermukaan.

Dengan melihat berbagai macam ketidakadilan yang terjadi pada tahun-tahun 1924-1925 pergerakan pemuda di awali dan di warnai dengan kemunculan kelompok-kelompok studi antara lain Indonesische Studie Club dan Algemene Studie Club. Ishaq Cokrodisuryo dan Soekarno adalah termasuk tokoh penting dalam proses pembetukan studie Club ini.

Proses perjuangan pemuda pada masa itu kemudian sampai pada momentum kebangsaan yang sangat bersejarah yakni peristiwa SUMPAH PEMUDA pada tanggal 28 Oktober 1928 yang mampu membangunkan keasadaran dan pemikiran kebangsaan. Penjelasan ini menggambarkan bahwa gerakan pemuda dan pemikirannya merupakan dua hal yang tak terpisahkan.

Jika di telusuri lebih mendalam, gerakan-gerakan kelompok elit pemuda yakni mahasiswa pra kemerdekaan sesungguhnya telah ada sebelum masa kemerdekaan. Sekalipun pada saat itu mahasiswa lebih memilih untuk mengintegrasikan diri ke dalam arus kepemudaan tanpa menonjolkan klaim komunitasnya sebagai mahasiswa.

Hal ini bisa di cermati dari berdirinya sejumlah organisasi pemuda yang di motori oleh anak muda yang berstatus mahasiswa beberapa organisasi tesebut antara lain Boedi Oetomo (1908), dan Perhimpunan Indonesia yang (sebelumnya bernama Indische Vereniging, 1908).

Menjelang kemerdekaan 1945 gerakan pemuda(mahasiswa) mengalami Konflik dengan generasi yang lebih tua akibat adanya perbedaan pendapat ketika menghadapi penjajah Jepang. Kaum muda/mahasiswa memilih gerakan yang lebih radikal nonkpomromistis. Kelompok ini di wakili oleh Soekarni dan Chaerul Saleh. Sedangkan golongan tua memilih gerakan diplomatis yang kompromistis, kelompok ini antara lain di wakili oleh Soekarno dan Bung Hatta.

Imbas perbedaan pemikiran tengtang strategi perjuangan tersebut memuncak dengan munculnya gerakan bawah tanah yang menculik Bung Karno dan Bung Hatta yang di bawah ke rengasdengklok untuk secepatnya memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia. Hal ini menunjukan pemikiran-pemikiran radikal telah mendorong kaum muda bergerak secara cepat dan efektif hingga indonesia merdeka pada tanggal 17 agustus 1945.

Sekalipun di akui bahwa proses Indonesia menjadi merdeka bukan semata peran dominan kaum muda atau mahasiswa. Dua tahun setelah proklamasi kemerdekaan, Bangsa Indonesia masih berada dalam suasana revolusioner mengingat masih adanya upaya Belanda dan sekutunya untuk melakukan agresi militernya ke indonesia.

Dalam suasana seperti itulah pemuda-pemuda muda Islam dengan kesadaran yang penuh mengahadirkan wadah Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai sebuah organisasi mahasiswa islam, yang bediri tepatnya pada tanggal 5 ferbuari 1947 di Yogyakarta dan diprakarsai oleh seorang mahasiswa bernama Lafran Pane, yang ketika itu bermahasiswa di Sekolah tinggi Islam (sekarang UII).

Dalam wacana kebangsaan pada masa itu memaksa mahasiswa dengan dalih kesadaran yang penuh dengan tangung jawab harus benar-benar berjuang tanpa lelah ataupun letih, sebagaimana contoh yang di tampilkan sosok seorang ayahanda Lafran Pane, dengan Himpunan Mahasiswa Islamn. Beliau merasa bahwa bangsa ini (Mahasiswa Islam) dalam keadaan yang sakit secara Spritual dan sosial, sebagaimana HMI didirikan dengan tiga tantngan dasar: pertama, situasi bangsa indonesia yang sedang mengalami masa revolusi untuk mempertahankan kemerdekaan,  kedua, situasi perguruan tingg dan kemahasiswaan yang retak (tidak bersatu) dalam memandang ilmu pengutahuan agama dan ilmu pengetahuan umum. Ketiga. Situasi ummat islam yang terpecah-pecah dalam berbagai aliran keagamaan dan politik serta kemiskinan dan kebodohan.

Soeharsono, mengutip Dahlan Ranuwiharjo menyatakan bahwa yang melatar belakangi berdirinya HMI berasal dari rasa kekecewaan Lafran Pane atas perserikatan mahasiswa Yogyakarta (PMY), yang tidak memperhatikan kepentingan Mahasiswa Islam. Adanya dominasi Partai Sosialis terhadap PMY dan munculnya polarisasi politik. Kekecewaan terhadap PMY juga muncul dari kalangan Mahasiswa Kristen terbukti dengan munculnya perhimpunan mahasiswa Katolik Repoblik Indonesia (PMKRI) dan juga Perhimpunan Mahasiswa Kristen Indonesia (PMKI) yang kemudian berubaha menjadi (GMKI).

Dalam usia yang ke 54 meminjam bahasnya Bang Sitompul bahwa HMI telah melewati delapan fase, yakni fase pengukuhan 5 Februari-30 November 1947, fase perjuangan bersenjata 1947-1949, fase pertumbuhan dan pengembangan organisassi 1950- 1963, fase tantangan 1964-1965, fase kebangkitan sebagai pemrakarsa orde baru dan angkatan 66 tahun 1966, fase partisipasi dalam pembangunan nasional tahun 1969, fase 1969 juga menurut sitompul sebagai fase konsoliadsi spritual dan fase pergolakan pemikiran.

Jika di telusuri perjalanan himpunan ini maka akan banyak kita temukan bait-bait sejarah dalam pergolakan pemikiran anak-anak bangsa yang progresif dalam upaya memajukan bangsa dan negara ke arah lebih besar yang sadar akan peran dan tangung jawab sebagai kader ummat dan kader bangsa begitulah sebutan bagi kader HMI. Dengan lima kualitasnya, HMI saat ini masih tetap hidup dalam wacana-wacana mahasiswa dan negara (pemerintah), walau saat ini wacana HMI tak sehebat masa awal didirikannya HMI.

Organisasi sebesar dan setua HMI kiranya telah mengajarkan kita tentang peran dan tanggung jawab, namun siring berkembangnya zaman tantangan dan peran HMI kian hari semakin memprihatinkan, sebagai mana di tulis oleh kakanda Agusalim Sitompul dalam  tentang 44 indokator kemunduran HMI. Dengan konsitusi HMI seluruh bentukan watak seorang kader maupun anggota Himpunan di atur dan di bimbing dalam upaya cenderung kepada kebenaran(Hanief).

Saat ini tepat pada tanggal 5 februari 2019 dari 5 februar 1947 HMI tengah berusia 72 tahun usia yang cukup tua, bila di ibaratkan sebagai seorang manusia maka tidak ubahnya seperti orang yang telah memasuki usia menua. Apaun akan pasti di rasakan oleh HMI di usia yang tak lagi muda, tidak menutup kemungkinan penyakit-penyakit berbahaya akan datang menggerogotinya sebagai mana terlihat HMI saat ini.

Wajah yang tua ini membuat para anggotanya tak lagi patuh pada apa yang di amanahkan olehnya lewat perintah konsitusinnya. Serangan penjajahan Belanda terlalu muda ditaklukan oleh anak muda. Namun, mimjam bahasa Bung Karno "perjuanganku lebih mudah karena melawan bangsa asing dan perjuanganmu lebih susah karena melawan bangsamu sendri"

Kiranya bahasa ini termuat jelas pada problem HMI saat ini, baik dari Pengurus Besar-Cabang hingga Komisariat. Meminjam bahasa salah satu kader terbaik mantan ketuan HMI cabang Ternate (Kanda Lutfi Robo) yang menyatakan bahwa HMI tidak akan mampu di rusaki oleh orang-orang di luar HMI melainkan HMI akan rusak dan kerusakan itu di mulai dari kader-kader HMI itu sendiri.

Sebuah gambaran betapa warna hijau dan hitam yang menyatu dalam selempang HMI, yang menandakan hitam sebagai kedalaman akan hausnya ilmu pengetahuan dan hijaunya sebagai kedamaian dan kemakurani. Ini berarti bahwa realisasi dari pada keutamaan gabungan warnanya telah jelas menandaskan dirinya siap melakukan pembebasan terhadap kaum tertindas (mustadafin) dengan kekuatan intelektualnya.

Kekuatan ke Isalman dan ke Indonesiaan menjadi nadi kehidupan dari pada HMI. keintektualan yang haus akan ilmu pengetahuan menjadi vitamin bagi keberlangsungan hidupnya. Namun, siapa bisa menyangka bahwa penyakit datang bukanlah karena kita tak bisa menjaga kebersihan namun kadang perilaku kita sendirilah yang akan menjadikan kita di hinggapi penyakit. Baik sosial, spritual, dan ekonomi.

Di Era industri 4.0 saat ini seakan memacu HMI harus lebih lincah dan lebih tertib dalam segala urusannya sembari melakukan perhitungan yang pasti sebelum melangkah kedepan. Semoga di usia ke 72 tahun HMI terus hidup dan berkarya dengan karya-karya terbaik dari kader ummat dan kader bangsa nya. Aminn.!!!
Komentar

Berita Terkini