-->
    |


KEKASIH PERTAMAKU (Cerpen)


OLEH: MUHLIS BUAMONA

Maret 2020, langit begitu kelabu. Awan tak lagi menampakkan cahayanya, seakan ia bersedih. Dunia tak lagi bersahabat dengan realita. Pemberitaan mulai muncul satu persatu di media. Masyarakat menjadi panik ta’karuan. hidup kini menjadi terbebani, terisolasi dalam rumah sendiri.

Aku adalah seorang perantau, jauh dari sanak saudara yang datang menuntut ilmu di salah satu perguruan tinggi ternama di Jogja. Sebut saja namanya Universitas ALMA ATA (UAA), aku mengambil jurusan kebidanan, dan saat ini telah memasuki semester dua. Ditengah perjalanan menuju Ujian Semester (UAS), aku tiba-tiba mendapat telepon dari kekasih pertamaku. Ia menyuruhku pulang. Aku menjadi bingun sendiri atas pernyataan kekasihku.

kring…kring…kring… hanphoneku berbunyi

“Assalamuallaikum,” ayahku mengawali salam. “Wa’alaikumsallam,” jawabku

Nak kamu lagi ngapain? Belum aku menjawab pertanyaannya, ayah tergesa-gesa mengatakan bahwa ia telah membelikan tiket pesawat buatku.

“Nanti malam kamu pulang ya. Ayah dan ibu sangat kwatir. Apakah kamu sehat-sehat saja,” Terdengar suara ibu mendahului ayah menanyakan kesehatanku.

Aku begitu terkejut dan bingung mengapa ayah ibuku menyuruhku pulang. Padahal saat ini aku lagi diperhadapkan dengan UAS. “mengapa ayah dan ibu menyuruhku pulang, kan sebentar lagi aku udah mau UAS,” tanyaku bingung.

Ayahku tak langsung menjawab pertanyaanku, namun ia menceritakan kehawatirannya yang sangat dalam, sampai-sampai harga tiket pesawat yang begitu mahal ia rela beli untukku, asalkan aku bisah pulang. Walaupun aku begitu bingung atas keresahan ayahku tetapi aku bisa merasakan betapa dalamnya kasih dan sayang darinya. Diambang kebingungan yang melanda, ayah mampu membuatku layu atas kalimatnya yang begitu mengharukan.

“Nak Kerinduan ayah padamu bagaikan punggung merindukan bulan, namun apa hendak, saat ini tangan ayah belum mampu merangkulmu. Tetapi ayah berjanji ketika kamu tiba dan meletakkan kaki di depan gubuk kita, ayah dengan erat menggenggam tanganmu sembari menceritakan kasih sayang ayah yang sedalam-dalamnya kepadamu putriku,” cakap ayahku penuh rindu.

Aku begitu terharu mendengar apa yang barusan ayahku sampaikan. Ini kali pertama ia berterus terang bahwa ia benar-benar rindu padaku. Walaupun aku tahu, semua orang tua pasti tetap menyayangi anaknya, tetapi baru kali ini aku mendengar langsung dari mulut ayahku. Tanpa mendengar apa penjelasan dari kehawatiran ayahku, tiba-tiba ia mengahiri telepon tanpa isyarat. “Aku positive thingking aja, mungkin ayah lagi sedih,” lirihku dalam hati.   

Rupanya aku mulai menyadari bahwa sesungguhnya, atas kehawatiran ayahku itu karena mungkin ia telah menonton beberapa pemberitaan yang muncul di layar TV tentang begitu maraknya penyebaran wabah Corona Virus (Covid-19) saat ini lagi melanda bumi kita, bumi Pertiwi. Sehingga, benar apa yang menjadi keresahan ayah terhadap diriku. Ditengah meyebarnya wabah ini aku menjadi kaget di saat aku bersama teman-teman kosanku mendengar bahwa salah seorang bapak-bapak di Jogja juga telah di vonis positif terjangkit Corona.

Aku bersama teman-temanku begitu ketakutan mendengar kabar tersebut. Serentak aku menjadi teringat kepada keluargaku serta orang-orang terdekatku. Pergulatan batin semakin kencang atas ketakutan yang aku alami, namun tak mengapa, sebentar malam aku telah berangkat.

Pada jam 22:00 Pesawat Sriwijaya akan mengantarku pulang bertemu dengan mereka semua. Sebelum itu, pada saat tiba di bandara kami semua para penumpang disemprot memakai anti septik. Ketika semua telah selesai kami segera melakukan check in. Pesawat telah melakukan penerbangan.

Setelah tiba di Bandara Sultan Hasanudin Kota Makasar pada jam 00:00 malam ruapanya kami sebagai penumpang lanjutan tujuan Ternate harus menginap di ruang tunggu bandara semalam, sebab kami akan melakukan penerbangan lanjutan pada jam 09:00.

Sembari menunggu pagi, tak sadar aku tertidur lelap di atas kursi yang aku duduk.

“Elsa… bangun, sebentar lagi pesawat sudah melepas landas. Kita harus bergegas sekarang,” tutur Ramli yang begitu peduli padaku.

Ramli adalah salah satu kerabatku yang kebetulan juga akan pulang ke kampung halamanya. Kita telah lama saling mengenal, namun terpisah disaat masing-masing menduduki bangku kuliah.

Rupanya begitu lama terpisah akhirnya kita dipertemukan dalam situasi yang tidak direncanakan. Ia sosok yang pemurah hati selalu mengigatkanku dikala aku salah.
Di atas ketinggian yang tak dapat ku ukur, aku menyaksikan pemandangan Kota Makasar dengan secara langsung. Begitu indah pemandangan itu. Itu merupakan pertama kali aku melihat Kota Makasar dengan mataku sendiri.

Ah, aku kembali memperbaiki dudukku sembari mengusap ceceran suar yang menglir di pipiku. Kembali aku terlelap di atas pangkuan kursi tempat duduku. Dinginya hawa AC pesawat membalut seluruh tubuhku, mengigil, tak tak kuat badan ini. Aku terkejut dengan suara seorang pramugari di ujung sana, tepatnya di sebelah kiri atas kepalaku.

”Diharapkan kepada ibu-ibu dan bapak-bapak, sembari kita mulai mendarat, mohon pastikan punggung kursi dan meja anda berada dalam posisi tegak, dan pastikan juga sabuk pengaman anda terpasang dengan baik, dan seluruh barang bawaaan tersimpan dibawah kursi di depan anda, atau di penyimpanan atas. Saya ingin berterimah kasih kepada anda atas ikut sertanya dalam perjalanan ini. Kami berharap bisa berjumpa dengan anda lagi dalam penerbangan akan datang. Semoga hari anda menyenangkan, terimah kasih,” begitulah ungkapan yang aku dengar.


Menjelang beberapa menit kemudian pesawat telah mendarat. Satu persatu penumpang mulai turun, aku bergegas menarik koporku, secara perlahan-lahan turun mengikuti anak tangga. Ketakutan kembali menghakimiku, ketika aku melihat semua orang yang berada di bandara menggunakan masker. Aku menjadi teringat apa yang di sampaikan oleh Ramli bahwa salah satu pasien di Kota Ternate juga telah di vonis mengalami positif Corona.

Ia merupakan pasien 01 yang telah terinfeksi wabah tersebut. Sempat terlintas di benakku, mulai saat ini aku tak mau bersentuhan dengan siapapun sepanjang perjalanan menuju ke ruang tunggu.

Setahun lebih tak jumpa, akhirnya pada hari ini aku kembali melihat kekasih keduaku setelah ayah. Ulis namanya dan ia adalah kakaku. Senyumanku serentak pecah terharu melihat sosok itu dari kejahuan. Tanganku melambai-lambai keatas sembari memanggil

Kakak… Kakak…

Ketika melihatku, ia berlari menuju ke arahku lalu memelukku. Aku begitu senag bisa bersua wajah denganya kembali. Dalam perjalanan menuju ke rumah banyak hal yang kakaku ceritakan. Tetapi yang paling sangat berkesan bagiku setelah ia memberi tahu bahwa saat ini ayah telah menugguku di rumah.

Sinaran cahaya sangat gemilang, udara pagi Kota Ternate terasa sangat berbeda dari yang sudah-sudah. Apakah maluku sedang berduka? Ataukah hanya perasaanku saja. Ah, mengapa pikiranku sampai ke situ, semoga saja kotaku dijahukan dari segala bentuk ancaman, terutama dari ancaman wabah Corona. Sebab aku hanya seorang anak kecil yang bisa bermunajat kepada sang kuasa, biarlah ia yang menjadi penengah atas kekacauan dunia.

Terlihat dari kejauhan rumahku semakin dekat semakin tampak. Setiba di depan rumah jakak mulai mengangkat koporku dari motornya. Kami berdua berjalan memasuki halaman rumah, ternyata setelah aku mengarahkan pandangan kedepan terlihat sosok seorang yang sangat berjasa dalam hidupku, ia adalah kekasih sekaligus ayah dari dua anak bersaudara. Saat itu pula aku serentak bergegas lari dan memeluknya. Sebab untuk menghilangkan rasa rindu, pundaknya menjadi sandaran yang paling hangat untuk merebahkan kepala ku. Rasa rindu seketika hilang di kala aku dan kekasihku kini telah bertemu kembali.(*) 
 
 

 


Komentar

Berita Terkini