-->
    |


Laut Kaya, Tapi Nelayan Kalah


Oleh : Samsul Yamin

(Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan Unkhair Ternate)

Memasuki era industri 4.0 yang mulai digalakan, membuat segala bentuk pembangunan ekonomi menjurus kepada konsep yang efisien. Berbagai sektor akan digenjot sedemikian rupa untuk mengelola ekonomi agar dapat memberikan sumbangsi kepada Indonesia.

Salah satu sektor utama ialah perikanan. Di mana salah satu produk perikanan yakni ikan menjadi komoditas utama yang memiliki manfaat selain kebutuhan hidup yang kaya akan protein, nutrisi, vitamin D dan Omega 3 baik untuk kesehatan, juga memiliki nilai ekonomis tinggi.

Selain itu, dunia perikanan berkaitan erat dengan neĺayan sebagai aktor utama penggerak ekonomi. Namun sebagai aktor, mereka juga dihadapkan dengan kondisi kesejateraan yang rendah.

Saat ini, konsep pengelolaan perikanan berada penuh di bawah kontrol Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP. Kontrol ini diharapkan memberikan kesejateraan bagi nelayan. Tetapi konsep kesejateraan terbilang masih cukup jauh.

Masih banyak nelayan-nelayan kecil sampai saat ini hidup di bawah garis kemiskinan karena adanya faktor-faktor tertentu yang mempengaruhi. Akibatnya nelayan jauh dari kata sejahtera yang dieluh-eluhkan para elit. Walaupun begitu, nelayan tetap nelayan. Mereka tetap beraktifitas agar bisa bertahan hidup dan memenuhi keperluan keluarganya.

Beberapa faktor yang mempengaruhi kesejateraan nelayan kecil merupakan faktor klasik yang hingga kini tak terselesaikan. Faktor tersebut diantaranya, hasil nelayan tergantung pada cuaca alam. Harga terdistorsi, panjangnya mata rantai pemasaran, nelayan sebagai pihak penerima harga (price taker), ukuran kapal tidak setara dengan dan pemerintah yang kurang memberikan jaminan secara riil pada nelayan kecil.

Dalam prakteknya, nelayan melakukan produksi rata-rata memakai instrumen hasil eksploitasi sendiri tanpa bantuan dari pemerintah. Instrumen yang digunakan bersifat manual seperti penggunaan alat-alat tradisional, armada tangkap dan instrumen produksi semisal Katinting dari kayu, perahu dari kayu, dan tambak manual dari kayu. Yang pada akhirnya mempengaruhi pendapatan selain dari mekanisme pasar yang tidak berpihak pada nelayan.

Contoh instrumen tradisonal ini masih dapat dijumpai sepanjang perairan laut Halmahera Utara, kabupaten Halmahera Selatan Kec. Kasiruta timur (Leleo jaya), dan di ibu kota kabupaten, Bacan.

Padahal kata Sekretaris Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BIKPM) KKP Hari Maryadi dikutip dari Antara, Minggu (13/9/2020), hasil kelautan dan perikanan Indonesia telah diterima di 158 negara di dunia, dan salah satu pasar terbesar ekspor hasil perikanan Indonesia adalah Republik Rakyat China.

Artinya, produk perikanan Indonesia memiliki keungulan kompetitif di Pasar Internasional. Bahkan jika ditelisik,produk ikan Tuna,Cakalang Tongkol (TCT) merupakan komoditi ekspor Indonesia kedua setelah Udang. Permintaan pasar internasional bahkan semakin meningkat dengan harga yang terbilang cukup tinggi.

Tuna Cakalang tongkol adalah keunggulan Laut Maluku Utara. Daerah fishing ground utana ialah 715. Dan taukah anda jika 715 berada tepat di Laut Halmahera?. Ya tepat di Kabupaten Halmahera Selatan. Lantas kenapa kita tidak sejaterah? kenapa potensi luar biasa ini tidak membuat nelayan-nelayan kecil masih susah untuk sejahtera?

Bagi saya, seharusnya pemerintah tidak terlalu gencar mengkampanyekan makan ikan dan lebih fokus pada nelayan kecil di hulu. Permasalahan klasik harus mampu dipecahkan dengan sistem yang dapat merangkum semua kepentingan.

Pemerintah utamanya harus mengalokasikan bantuan khusus yang lebih layak dan sesuai dengan keperluan para nelayan kecil. Misalnya, nelayan yang belum mempunyai kapal-kapal ikan nelayan tangkap diatas 10 GT. Kondisi ini agar memudahkan mereka untuk beraktifitas dan meningkatkan volume tangkap. Volume tangkap ini harus juga di sokong oleh harga yang memihak nelayan. Selain itu sangat penting memutus mata rantai pemasaran yang panjang. Nelayan harus diberikan pasar utama, bukan pasar berjejaring.

"Pada intinya laut kita kaya,tetapi sejaterah masih jauh dari kata berdaya"
Komentar

Berita Terkini