-->
    |


Togutil Malang, Togutil Sayang

 


Oleh : Safi'i Kemamang

( Pencipta Lagu Buruh Tani )

---

Ketika kalian menyuruh para tentara dan polisi untuk membuang senjata apinya dan memberi mereka senjata baru yang bernama bolpoin dan buku, apakah mereka mau? sudah pasti tidak mau!.

Ketika kalian memaksa para dokter dan bidan untuk membuang alat jarum suntik beserta obat-obatannya dan memberi mereka peralatan baru yang bernama cangkul dan bibit jagung, apakah mereka bersedia? Sudah pasti tidak bersedia!.

Ketika kalian meminta tukang kayu untuk membuang peralatan beserta kayu-kayunya dan memberinya dengan peralatan baru seperti arit dan hewan ternak, apakah mereka menerimanya? Sudah pasti menolaknya! 

Ya. Mereka tidak mau!

Ya. Mereka tidak bersedia! 

Ya. Mereka menolaknya!

Begitulah yang juga dilakukan oleh masyarakat Suku Togutil (Tobelo) di Halmahera. Mereka tidak mau, tidak bersedia, dan menolak ketika rumahnya, alat kerjanya, hutannya, dan segenap kehidupannya dirusak, dihancurkan oleh Negara melalui Penguasa Pengusahanya.

Pelan-pelan namun pasti. Dengan cara yang hampir sama, ketika musim gugur datang, takala musim kemarau tiba, maka berubahlah wajah dan bentuk hutan. Perubahan kecil-kecilan terjadi pada wajah dan bentuk hutan beserta kehidupannya. Begitu juga, pelan-pelan namun pasti. Ketika penguasa dan pengusaha tambang datang, maka wajah dan bentuk hutan juga akan mengalami perubahan. Perubahan total bukan kecil-kecilan. Tambang datang, Maka Hutan Beserta Kehidupannya Pun Menghilang!

Suku Togutil. Sebuah komunitas suku 'terbelakang' yang tinggal di tengah-tengah hutan belantara Halmahera, Maluku Utara. Mereka terusir dari kehidupannya. Mereka terusir dari rumahnya. Mereka menderita dan terasing dari negerinya. Negeri yang sudah mereka tinggali sejak negara yang bernama Indonesia ini belum berdiri. 

Masyarakat Suku Totugil memang terbelakang, tetapi mereka lebih bermoral dibanding orang-orang yang duduk di kekuasaan.

Masyarakat Suku Togutil memang tidak berpendidikan, tetapi mereka lebih bermartabat dibanding orang-orang yang mengenyam bangku sekolahan. 

Masyarakat Suku Togutil memang tinggal di dalam hutan, tetapi mereka lebih beradab dibanding orang-orang yang tinggal di perkotaan. 

Masyarakat Suku Togutil yang malang. Masyarakat Suku Togutil yang tersayang. Masyarakat yang jujur, yang digusur. 

Masyarakat Suku Togutil yang lugu, polos dan bersahaja ini, kini tidak punya apa-apa lagi. Kehidupan mereka dihancurkan oleh penguasa dan pengusaha pertambangan. 

Ya. Atas seizin penguasa, maka para pengusaha pertambangan ini menghancurkan kehidupan masyarakat Suku Togutil beserta hutan, tanah, dan semua denyut makhluk hidup yang tinggal di dalamnya.

Ya. Perusahaan Penghancur tersebut bernama PT. Weda Bay Nikel (WBN) dan PT. Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP). Mereka menghancurkan hutan Halmahera. Mereka mengusir manusia penghuninya. Mereka merobohkan pepohonannya. Mereka membunuhi tetumbuhan dan hewan yang tinggal di dalamnya. Mereka mengeruk dan melubangi tanahnya. Mereka beroperasi atas izin penguasa.

Ah, Presiden Jokowi. Bukankah engkau sebelum menjadi Presiden adalah seorang tukang kayu. Bukankah kayu-kayu yang engkau ubah menjadi berbagai model kerajinan berasal dari pepohonan yang ditanam dan berada di hutan. Bukankah ketika hutannya hilang maka kayunya juga hilang. Bukankah ketika kayunya hilang maka produk kerajinanpun menghilang. Bukankah ketika produk kerajinan kayu menghilang maka tukang-tukang kayu juga menghilang. Bukankah ketika...

Mohon maaf. Saya lupa bahwa sampeyan kini bukan tukang kayu lagi melainkan Presiden di negeri ini. 

---

Komentar

Berita Terkini