Nelayan pole and line (dokumentasi pribadi) |
Oleh : Fauji Yamin
Kapal Nelayan berukuran 25-30 GT sedang melakukan aktivitas pembongkaran ikan hasil tangkap ketika saya berkunjung. Tepatnya di Pelabuhan Perikanan Panamboang Bacan, Kabupaten Halmahera Selatan.
Ikan-ikan ini kemudian di sortir berdasarkan jenis dan ukuran lalu diangkut ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI) guna dilakukan penjualan.
Mayoritas tangkapan ialah ikan Tuna, Cakalang dan Tongkol (TCT). Komoditi tangkap utama di perairan Halmahera Selatan yang juga masuk Wilayah Produksi Perikanan 175.
TCT merupakan produk eskpor unggulan Indonesia yang memberikan kontribusi tebesar kedua setelah Udang. Nilainya mencapai USD724 juta Tahun 2020 dan naik USD865,73 tahun 2022. (KKP, 2022)
Halmahera Selatan sebagai wilayah dengan potensi perikanan melimpah telah membentuk struktur ekonomi masyarakat pesisir berprofesi sebagai nelayan. Dari nelayan tonda, jalah atau pajeko, tambak teri, udang sampai handline hingga Pole and Line (huhate).
Dokumentasi pribadi |
Nelayan adalah pahlawan ekonomi nusantara. Pahlawan devisa bagi negara. Namun nelayan masih berkutat pada permasalahan kesejateraan.
Tingginya nilai ekspor dengan gairah harga di pasar luar negeri tidak lantas membuat nelayan memperoleh kesejateraan dengan mudah. Banyak problem yang masih terus dihadapi disektor hulu. Mulai dari rendahnya pendapatan, harga, sistem patron klien hingga tidak berfungsinya PPI.
Nelayan handline dan Pole and line merupakan profesi paling banyak diusahakan dengan pekerja lebih dari 15 orang satu kapal. Namun, kebanyakan dari nelayan bukan pemilik kapal, melainkan bekerja pada majikan atau juragang.
Pendapatan yang diperoleh dengan sistem persen (%) yakni 50% untuk nelayan-50% pemilik kapal atau 40-60. Dalam 50 (%) untuk nelayan dibagi lagi dalam beberapa persen sesuai jumlah ABK.
Kapten kapal memiliki hak 15%, bendahara kapal (10) persen dan 25% dibagi merata ke ABK.
Hasil tangkap (dokumentasi pribadi) |
Permasalahan berikut ialah sistem kerjasama mengikat yakni patron klien. Nelayan terikat dengan pedagang perantara karena kebutuhan modal operasional seperti bahan makanan, solar dan balok es.
Ketika hendak melaut, semua kebutuhan itu disediakan secara hutang oleh perantara. Setelah melaut, semua hasil tangkap menjadi kewajiban perantara menjual ke lembaga pemasaran lanjut yakni Industri, pengecer, dan pelaku usaha lain.
Harga yang ditetapkan dan diterima oleh nelayan cenderung lebih rendah dari harga pasar. Posisi yang menyebabkan nelayan berperan sebagai price taker dan perantara sebagai price maker.
Walaupun begitu, nelayan tetap melaut. Sebab, pendapatan sekecil apapun bisa membikin dapur mengebul dan menjaga ekonomi keluarga.
Banyaknya masalah di sektor hulu seharusnya dapat diperbaiki guna meningkatkan kesejateraan nelayan sebagai pahlawan ekonomi Negara dengan sumbangsih devisa. Nelayan adalah pahlawan kehidupan ekonomi. Tergambar jelas dari kerasnya hidup sebagai nelayan yang dijalankan dengan iklas