-->
    |


Fenomena Titip-menitip Dalam Rekrutmen Badan Ad Hoc

Oleh : Jisman Leko

Presiden mahasiswa STAI Babussalam Sula.

Pemilu merupakan pilar penentu demokrasi untuk mewujudkan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintah yang demokratis, sehingga pemerintah yang lahir dari hasil pemilu adalah benar-benar pemerintahan yang mampu menjalankan Good Government. Oleh sebab itu, demi mewujudkan pemilu damai maka diharapkan kepada seluruh rakyat Indonesia utamanya lembaga penyelenggara pemilu baik KPU maupun BAWASLU agar sama-sama mensukseskan pesta demokrasi di tahun 2024.

Merujuk pada Laman Resmi Bawaslu go.id. Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, menegaskan agar seluruh jajaran baik dari KPU dan Bawaslu diharuskan menguasai dua peraturan Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan Undang Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilukada guna menghindari salah penerapan hukum. Sebab pada Pemilu 2024 akan berlangsung sama dengan pemilu dan pemilukada tahun 2019.

Dan untuk semua penyelenggara pemilu harus menguasai aturan dua rezim yang berbeda guna menghindari salah penerapan hukum dikarenakan pada Pemilu 2024 akan berlangsung pemilu dan pemilukada dalam satu waktu. Tak sampai di situ saja, aturan turunan kedua undang-undang tersebut seperti Peraturan KPU (PKPU) dan Bawaslu juga harus melalui fase harmonisasi guna menghindari salah tafsir penerapan hukum oleh penyelenggara.

Untuk itu proses rekrutmen penyelenggara tingkat bawah baik KPU maupun Bawaslu agar lebih jelih dalam melakukan Proses rekrutmen badan Ad Hoc. Apalagi Badan ad hoc adalah lembaga penyelenggara pemilu yang dibentuk untuk membantu KPU dan Bawaslu dalam menyelenggarakan pemilu di tingkat Kecamatan, Desa, di luar negeri, dan di TPS (Tempat Pemungutan Suara).

Kata jelih yang saya gunakan di atas menjadikan satu alasan untuk menguatkan fenomena hangat yang sering menjadi bincangan publik di kalangan akademisi, mahasiswa dan juga di warung-warung kopi yang masih terus mengusik di telinga ialah persoalan titip-menitip dan rekomendasi orang-orang dekat untuk menjadi penyelenggara pemilu tahun 2024, 

Terkait Titip-menitip ini bukan lagi hal yang baru karena sesuai dengan data yang dikantongi dan dari berbagai literatur,  banyak artikel perihal ini.  Sangat disayangkan jika hal ini terus dibicarakan di kalangan masyarakat kelas atas sampai pada masyarakat kelas bawah.

Persoalan titip-menitip ini menjadikan integritas penyelenggara tingkat bawah di ragukan. Sebab bisa saja ada yang titipan dari partai politik maupun dari politisi tertentu. Sering kita dengar si A dan si B jika lolos jadi PPK dan PPS karena ada orang.

Bagi mereka yang tidak punya orang dalam atau orang-orang terdekat di penyelenggara, tentu saja hanya menjadi menjadi "formalitas administrasi" guna melengkapi proses keterbukaan peluang dalam sistem rekrutmen. Dan hasil akhirnya selalu tertebak, orang dalam punya peran krusial. Yang kuat yang lolos.

Jika praktek ini terus terjadi di setiap momentum pemilu,  maka menjadi tanda buruknya proses seleksi rekrutmen Badan Ad Hoc.  Baik secara etik dan juga dari sisi integritas. 

Sehingga haraoannya kedepannya agar KPU maupun Bawaslu dalam merekrut Badan Ad Hoc diselenggarakan secara selektif dan berbasis kompetensi, sesuai dengan standar kualifikasi penyelenggara Pemilu bukan berdasarkan orang dalam atau orang-orang terdekat yang ada di tubuh KPU dan BAWASLU.

Komentar

Berita Terkini