-->
    |



Menggagas Revitalisasi Perpustakaan dan Taman Baca Demi Literasi Bangsa


Dr.Bobby Steven Octavianus MSF ( Foto Istimewa)


Oleh

Dr. Bobby Steven Octavianus MSF

( Dosen Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan Pemerhati Taman Baca Inspirasiana di Ende dan Boyolali)

Rendahnya literasi masyarakat Indonesia menjadi keprihatinan kita sebagai bangsa. Sebuah penelitian dari UNESCO pada 2012 menunjukkan, dari 1000 orang Indonesia, hanya 1 orang yang memiliki minat baca buku. Hasil ini membuat Indonesia menempati peringkat kedua terendah dari 61 negara yang disurvei.

Ada instrumen skor Skor Programme for International Student Assessment (PISA) guna  menilai sejauh mana siswa usia 15 tahun menguasai keterampilan dan pengetahuan yang penting bagi mereka. Penilaian PISA menitikberatkan pada materi pembelajaran inti di sekolah yaitu membaca, melaksanakan perhitungan matematika, dan menguasai sains.

Menurut hasil PISA 2018, dalam keterampilan membaca, sekitar 27% siswa Indonesia hanya memiliki tingkat kompetensi 1b. Kompetensi tersebut menunjukkan bahwa siswa hanya dapat menyelesaikan soal pemahaman teks termudah, seperti memetik sebuah informasi yang tersurat, bukan sebuah informasi tersirat.

Kita juga baru-baru ini dikejutkan dengan kabar bahwa beberapa siswa sebuah SMP di Pangandaran, Jawa Barat ternyata belum bisa membaca. Artinya, keterampilan membaca para siswa Indonesia masih tergolong rendah.

Revitalisasi perpustakaan daerah dan taman baca masyarakat

Guna meningkatkan minat baca, orang tua, pendidik, serta tokoh publik perlu terus memberi teladan semangat membaca dan menulis sejak dini pada anak dan generasi muda.

Saya masih ingat, orang tua sering mengajak saya dan adik-adik ke perpustakaan daerah. Pada era 1990-an di kabupaten kami perpustakaan daerah masih sangat sederhana. Meski demikian, orang tua saya tetap bersemangat membawa serta anak-anak ke sana untuk membaca buku-buku cerita rakyat.

Mengapa mengajak anak untuk akrab dengan buku-buku selain buku pelajaran itu penting? Menurut sejumlah penelitian, kebiasaan membaca cerita atau novel di luar jam sekolah dikaitkan dengan nilai tinggi dalam tes pemahaman bacaan (PIRLS, 2006; PISA, 2009).

Sekolah dan pemerintah daerah perlu mengadakan revitalisasi perpustakaan guna meningkatkan minat baca generasi muda. Koleksi dan fasilitas perpustakaan perlu ditingkatkan agar mampu memenuhi kebutuhan literasi generasi muda kiwari.

Selain itu, keberadaan Taman Baca Masyarakat (TBM)  sangatlah penting di tengah masyarakat. Di daerah-daerah di mana perpustakaan daerah dan keliling sulit menjangkau, adanya TBM menjadi lilin terang bagi literasi bangsa. Pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat luas perlu mengupayakan keberlanjutan TBM ini. Keberadaan listrik dan perangkat penunjang bagi perpustakaan dan TBM di pelosok menjadi sangat pokok. Semestinya pemerintah memberikan subsidi listrik dan operasional perpustakaan dan TBM di penjuru negeri.

Metode pleasure reading

Dalam hemat penulis, anak dan generasi muda perlu difasilitasi dan dibebaskan memilih bacaan sesuai minat. Rupanya inilah yang dinamakan metode pleasure reading. Anak-anak memang sebaiknya diberi kebebasan untuk memilih sendiri bacaan yang menyenangkan. Ada kaitan erat antara sikap positif terhadap kebiasaan membaca bacaan favorit dan skor tinggi dalam tes penilaian membaca (Twist dkk. 2007).

Sebuah penelitian lain menunjukkan, anak-anak yang memiliki koleksi buku bacaan sendiri cenderung semakin menyukai kegiatan membaca pada masa-masa selanjutnya (Clark dan  Poulton 2011). Karena itu, penyediaan buku bacaan yang terjangkau dan beragam menjadi tugas bagi negara dan masyarakat luas. Keberadaan perpustakaan dan taman-taman baca menjadi solusi bagi anak-anak dan generasi muda yang menginginkan ketersediaan bacaan.

Selain itu, anak-anak cenderung makin cinta pada buku ketika orang tua di rumah mengajarkan arti penting membaca buku (Clark dan Rumbold, 2006). Karena itu, revitalisasi perpustakaan sekolah dan daerah perlu melibatkan pula peran orang tua dan pendidik sebagai role model bagi generasi muda. Koleksi perpustakaan perlu terus diperbarui dan diarahkan agar para pembaca dapat menemukan bacaan yang relevan bagi mereka.

Tambah lagi, anak dan remaja perlu didampingi ketika mereka membaca. Adakan kegiatan keluarga dan sekolah gemar membaca di perpustakaan daerah dan sekolah. Perlombaan berceritera ulang isi buku dan resensi buku bisa kita galakkan. Kita juga perlu memberi penghargaan bagi mereka yang membangkitkan budaya gemar membaca di lingkungan sekitar kita.

Kemajuan teknologi informatika juga membuka peluang baru untuk menghidupkan budaya membaca dan menulis dalam diri masyarakat kita. Saat ini ada sejumlah situs penyedia bacaan gratis secara daring. Umpama, Let’s Read Indonesia. Artinya, membaca pun bisa dilakukan dengan gawai.

Semoga kita semakin bersemangat untuk memopulerkan budaya membaca dan menulis di tengah masyarakat. Bonus demografi Indonesia akan menjadi berarti jika literasi bisa kita tingkatkan. Salam literasi. (*)

Komentar

Berita Terkini