-->
    |



PB HMI Desak KLHK dan KESDM Hentikan Operasi Tambang di Wilayah Desa Sagea

Wasekjen Eksternal PB HMI, Safrudin Taher

Jakarta - Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) untuk menghentikan aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh PT. First Pacific Mining (FPM), PT. Weda Bay Nickel (WBN), PT. Halmahera Sukses Mineral, dan PT. Tekindo Energi di wilayah Desa Sagea. 

" Aktivitas perusahaan-perusahaan tersebut telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang sangat merugikan masyarakat setempat, terutama mereka yang tinggal di Desa Sagea," Tegas Safrudin Taher, Wasekjen Eksternal PB HMI, Sabtu, (03/09)

Sebagai informasi, Desa Sagea  terletak di tepi Sungai Sagea, Kecamatan Weda Utara, Halmahera Tengah, Maluku Utara. Wilayah ini memiliki jumlah penduduk sebanyak 1.317 jiwa. Sungai Sagea memiliki panjang 7.476 kilometer dan merupakan jalur menuju objek wisata Goa Boki Maruru. Saat ini, telah mengalami perubahan warna air menjadi keruh akibat tercemar sedimentasi yang dugaannya berasal dari aktivitas pertambangan PT. First Pacific Mining (FPM), PT. Weda Bay Nickel (WBN), PT. Halmahera Sukses Mineral, dan PT. Tekindo Energi.

"Pencemaran air sungai ini sangat merugikan warga Desa Sagea karena sungai Sagea adalah sumber penting dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka. Aktivitas pertambangan oleh PT. First Pacific Mining (FPM), PT. Weda Bay Nickel (WBN), PT. Halmahera Sukses Mineral, dan PT. Tekindo Energi tampaknya lebih banyak membawa mudarat daripada manfaat bagi warga Desa Sagea," Tegas Safrudin.

Pencemaran air sungai Sagea, Lanjut Safrudin, menunjukkan adanya masalah dalam perencanaan dan pelaksanaan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) perusahaan-perusahaan tambang nikel tersebut. 

" Seharusnya, perusahaan-perusahaan tambang ini sudah memiliki sistem dan teknologi yang memadai dalam pengolahan limbah untuk mencegah pencemaran lingkungan, sebagaimana diwajibkan dalam dokumen AMDAL mereka. Namun, kenyataannya adalah perubahan warna air sungai yang disebabkan oleh aktivitas pertambangan perusahaan-perusahaan tersebut," Tegas Safrudin.

PB HMI, Kata Safrudin, memberikan perhatian agar perlu melakukan peninjauan ulang izin pertambangan yang diberikan di wilayah Desa Sagea. Sebab, Bencana sosial-ekologis yang terjadi di Desa Sagea saat ini harus menjadi catatan penting bagi Pemerintah, terutama Pemerintah Pusat (Kementerian LHK dan Kementerian ESDM), untuk tidak lagi memberikan izin kepada industri ekstraktif berbasis lahan skala luas.

" Pemerintah, baik tingkat nasional maupun daerah, harus mengambil tindakan tegas dengan mencabut seluruh izin pertambangan bagi perusahaan yang telah menyebabkan bencana sosial-ekologis di Desa Sagea," Pintanya.

PB HMI pun mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) untuk segera mengambil tindakan tegas yakni mencabut izin, dan menghentikan aktivitas tambang serta industri ekstraktif lainnya di wilayah Desa Sagea, termasuk PT. First Pacific Mining (FPM), PT. Weda Bay Nickel (WBN), PT. Halmahera Sukses Mineral, dan PT. Tekindo Energi, yang secara de facto terbukti menjadi penyebab bencana ekologis. (*)

Komentar

Berita Terkini