-->
    |


UHC Prioritas Maluku Utara, Jalan Terang Menuju Keadilan Kesehatan Sosial

 


Penulis : 

Hairil (Pemuda Kelurahan Bobo, Tikep)

Di tengah riuhnya arus globalisasi dan hiruk-pikuk pembangunan nasional, Provinsi Maluku Utara mempersembahkan sebuah terobosan fundamental dalam wajah pelayanan publik. Peluncuran program Universal Health Coverage (UHC) Prioritas. Di balik narasi ini, tersimpan semangat perubahan yang menjelma sebagai fondasi etis dari sebuah negara kesejahteraan. Program ini bukan sekadar kebijakan teknokratis, melainkan refleksi dari keberpihakan kepada masyarakat yang selama ini tertatih menempuh jalan berliku menuju layanan kesehatan.

Dibawah kepemimpinan Gubernur Sherly Tjoanda dan Wakil Gubernur Sarbin Sehe, UHC Prioritas hadir bak oase di padang tandus pelayanan dasar yang seringkali berbiaya tinggi dan sulit dijangkau. Program ini punya jaminan akses layanan kesehatan cukup dengan KTP, tanpa perlu resah soal biaya.

Upaya Pemerintah Malut juga akan mendorong sistem tranformasi digital untuk memudahkan akses masyarakat. Di bulan Juli, persiapan Pemerintahan Maluku Utara mengubah sistem manajemen rumah sakit di level provinsi dengan harga yang lebih ekonomis, dengan pelayanan yang lebih maksimal, mulai dari pemesanan obat, laporan lab, log book dokter semua bisa terintegrasi digitalisasi, (Lihat : Kompas.com).

Bukankah ini bentuk nyata dari sila kelima Pancasila, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia?

Kesehatan sebagai Hak, Bukan Privilege

Saya pikir, kesehatan tidak boleh menjadi barang mewah yang hanya bisa dibeli oleh segelintir orang. Kesehatan adalah hak kodrati, bukan komoditas pasar. Dalam kerangka itulah, program UHC Prioritas berdiri tegak. Dengan prinsip "no one left behind", pemerintah Provinsi Maluku Utara menunjukkan bahwa negara masih bisa hadir secara substansial, tidak sekadar dalam wacana atau slogan.

Menurut dr. Oscar Primadi, MPH, sempat terjadi kesalahpengertian dalam mengartikan UHC. UHC telah diartikan sama dengan cakupan kepesertaan semesta yang mempunyai pengertian bila seluruh penduduk Indonesia telah menjadi peserta JKN maka cakupan kesehatan semesta dianggap telah tercapai.

Padahal sebenarnya cakupan kesehatan semesta dinyatakan telah tercapai bila seluruh penduduk sudah memiliki akses terhadap layanan kesehatan yang komprehensif dan bermutu, baik upaya promotif, preventif , deteksi dini, pengobatan, rehabilitatif dan paliatif tanpa terkendala masalah biaya. (Baca : kemkes.go.id). Upaya ini, kita lihat dalam hakikat peluncuran UCH Prioritas oleh Pemerintah Maluku Utara, tujuannya agar masyarakat Maluku Utara secara kolektif mendapatkan akses kesehatan yang sama, adil, dan mudah.

Pencapaian ini juga bukan buah simsalabim dari meja birokrasi. Untuk menggapai status UHC Prioritas, butuh langkah radikal dan penuh determinasi. Salah satunya adalah dorongan tegas Gubernur Sherly kepada bupati dan wali kota agar melunasi utang BPJS Kesehatan, dengan instrumen Dana Bagi Hasil sebagai katalisnya. Kebijakan ini bukan sekadar administratif, tetapi juga mengandung muatan moral, keberanian untuk memprioritaskan kesehatan warganya di atas kompromi politik atau ego sektoral.

Sinergi, Bukan Sekadar Seremoni

Peluncuran program ini bukan acara simbolik yang berhenti di panggung ballroom. Gubernur Sherly secara lugas menyatakan bahwa UHC Prioritas bukan tujuan akhir, melainkan pintu awal dari sistem pelayanan kesehatan yang cepat, nyaman, dan berbasis digital. Pada Juli mendatang, sistem manajemen informasi rumah sakit di level provinsi akan diubah secara mendasar. Pemesanan obat, laporan dokter, dan proses administrasi lainnya akan diintegrasikan secara digital.

Transformasi ini sejatinya adalah fondasi healthcare 4.0, di mana teknologi tidak hanya mempercepat layanan, tetapi juga meningkatkan akurasi, transparansi, dan efisiensi. Dengan digitalisasi sistem, Maluku Utara bergerak menuju masa depan layanan kesehatan yang tidak lagi bergantung pada kertas, birokrasi bertele-tele, atau antrean yang melelahkan.

Capaian Nyata, Bukan Retorika

Menurut Direktur Kepesertaan BPJS Kesehatan, Ir. David Bangun, tingkat keaktifan kepesertaan BPJS di Maluku Utara telah melebihi 80 persen melampaui rata-rata nasional yang masih 77 persen (Baca : nuansamalut.com). Lebih dari itu, cakupan kepuasan layanan juga menyentuh angka mencengangkan: 98 persen. Ini adalah pencapaian yang tidak bisa dimanipulasi oleh sekadar retorika, melainkan harus dibuktikan oleh kerja nyata di lapangan, dan yang terpenting, dirasakan langsung oleh masyarakat.

Ketika seseorang sakit dan belum terdaftar sebagai peserta BPJS, proses aktivasi dapat langsung dilakukan di fasilitas kesehatan cukup dengan KTP. Ini bukan sekadar inovasi, tetapi bentuk revolusi kecil dalam birokrasi pelayanan publik. Pemerintah daerah menyediakan petugas khusus di fasilitas kesehatan, menjamin bahwa setiap detik yang dihabiskan masyarakat dalam kondisi krisis kesehatan tidak terbuang karena masalah administratif.

Dari Pusat ke Pinggiran, Kesehatan Menjadi Jembatan Peradaban

Tak bisa dimungkiri, Maluku Utara selama ini kerap dianggap sebagai “daerah pinggiran” dalam lanskap pembangunan nasional. Namun kini, lewat UHC Prioritas, provinsi ini menunjukkan bahwa pinggiran bisa menjadi pelopor. Dengan kerja sama lintas sektor dan penandatanganan kerja sama dengan Kimia Farma, RSUD, hingga instansi militer, ekosistem kesehatan di Maluku Utara dibangun bukan hanya untuk hari ini, tetapi untuk generasi mendatang.

Program ini juga senada dengan pesan Presiden Prabowo mengenai peningkatan layanan Pemeriksaan Kesehatan Gratis (PKG). Sherly tidak hanya mengutip, tetapi bertindak: menginstruksikan bupati dan wali kota untuk terjun langsung menyelidiki hambatan di lapangan. Ini adalah bentuk kepemimpinan responsif, bukan hanya duduk di belakang meja, tetapi menyusuri lorong - lorong puskesmas dan suara rakyat.

Kesehatan Sebagai Investasi Sosial

UHC Prioritas pada hakikatnya bukan hanya pengeluaran negara, melainkan investasi sosial jangka panjang. Setiap rupiah yang digunakan untuk menjamin akses kesehatan adalah tabungan untuk masa depan. Produktivitas meningkat, angka kemiskinan turun, dan ketimpangan sosial terkikis. Bisa pastikan bahwa Maluku Utara memastikan rakyatnya tetap sehat.

Lebih dari sekadar program, UHC Prioritas adalah simbol bahwa negara bisa hadir secara konkret, bahwa keadilan sosial bisa dicapai lewat kesungguhan politik, dan bahwa kesehatan adalah pilar dari peradaban manusia. Maluku Utara kini menorehkan bab baru dalam sejarah pembangunan daerah, dan barangkali, ini bisa menjadi model nasional yang layak direplikasi.

Mimpi Kolektif yang Mulai Menjelma

Di tengah kecemasan kolektif akibat mahalnya layanan kesehatan, muncul secercah harapan dari timur Indonesia. Harapan yang tidak dibungkus dalam propaganda kosong, tetapi dalam sistem yang terintegrasi, kebijakan yang berpihak, dan kepemimpinan yang progresif. Jika kesehatan adalah jembatan menuju masa depan yang lebih adil, maka UHC Prioritas adalah pilar-pilarnya.

Maluku Utara telah menunjukkan bahwa mimpi kolektif tentang pelayanan kesehatan universal bukanlah ilusi. Dengan komitmen, kolaborasi, dan kepemimpinan yang berani, daerah ini telah menyalakan obor kecil yang bisa menjadi cahaya bagi daerah lain.

Siapa tahu, dari ufuk timur inilah, Indonesia belajar bagaimana negara seharusnya bersikap kepada rakyatnya. Karena kesehatan tidak untuk dijual. Ia adalah hak dasar, seperti udara yang kita hirup dan air yang kita teguk. Kini, Maluku Utara telah menunjukkan bahwa hak itu bisa diwujudkan, bukan hanya dijanjikan.


Komentar

Berita Terkini