-->
    |


Antara Melancong Atau Benar-benar Menyaring Aspirasi (Sebuah Penglihatan sedeharna jelang Pileg)


Sumber Gambar : RMOL.CO


Oleh : Paus Biru

Hari ini sangat indah, saya berniat memancing karena kepenatan kota yang menggila. Menyerang saraf-saraf psikologi dan sedikit mengusik emosi. Sambil menimbang-nimbang sembari berangan-angan pada tenangnya laut hari ini, saya bermimpi jauh tangan-tangan saya akan kelelahan menarik senar pancing, ikan-ikan akan landing sempurna di boat yang akan saya gunakan nanti, apalagi ini musim ikan mencari makan. Dengan bekal sedikit ilmu dari petuah akan tanda alam, saya semakin mantap dengan niat. Belum lagi khayalan itu meledak, getaran canggih Hanphone keluaran Cina berdering. Ada pangilan masuk..

Sudah puluhan pesan saya terima.Pesan yang hampir sama maknanya yakni “ saya ingin bertemu anda dengan nawaitu silaturahmi menuju pileg”. Kaget tentu saja, toh siapa saya?. Orang yang mendeklarasikan tidak ingin berbaur dengan politik, memilih masa bodoh dengan realita politik dan kini harus menjerumuskan diri kedalam dinamika politik.

Pesan itu menjadi dilema beberapa hari kedepan, sedikit mengusik hari-hari indah yang saya impikan. Dan, terkurung dalam batin dengan pertanyaan sederhana, apakah saya ingin melangkah ataukah mengabaikan isi-isi pesan syarat kepentingan tersebut? Namun, hasrat terdorong lebih besar ketimbang mundur dari imingan ideologi.
..........................
Malam itu menjadi awalan serius bagi saya dan beberapa kawan (orang-orang pemburu dolar), sebuah langkah apatis tanpa landasan. Basa –basi menjadi pembuka. Belum lagi sruput kopi dan kepulan asap rokok menghiasi pojok cafe. Babak baru poltik mampir di kehidupan. Menarik? Tentu saja, barisan makna yang keluar dari mulut-mulut politisi ini serasa menginjak surga, bicara perubahan, kemiskinan, pendidikan, dan kesejateraan dilahap habis dengan konsep yang entah hadir dari arah mana. Politisi memang hebat.

Perkenalan singkat itu menjadi kesan, orang-orang ini sangat hebat beretorika. Hebat merangkai konsep dan hebat meracik strategi. Suara-suara kebebasan menggema memecah dinding-dinding 3x4 tersebut. Sebelum, seorang kawan bertanya kritis, “ apa yang sudah abang lakukan di daerah yang nantinya menjadi Dapil perjuangan”. Dorr...semakin menarik.

Tanpa pajang lebar, penjelasan dimulai dengan sedikit mengubah gaya duduk. Penjelasan bertele-tele tersebut menarik minat kami semua .Banyak aspirasi masyarakat yang sudah di kantongi dari hasil melancong ke desa-desa. Semua aspirasi yang di terima tersebut cukup meyakinkan kami karena memang benar kondisi-kondisi seperti tingkat pendidikan, kemiskinan, pendapatan, rendahnya harga pertanian juga menjadi bagian dari keresahan yang sama. Maka titah perjuangan menjadi pembakar jiwa dengan sedikit emosi menggebu dalam diri. Orang – orang demikian ini pantas diperjuangkan. Bab malam ini selesai.

Hari berganti hari pertemuan intens ini di lakukan dengan beberapa calon, baik DPD RI sampai DPD Kabupaten. Diskusi demi diskusi dan puluhan gelas kopi sudah menjadi asupan pengganti vitamin. Yah konon katanya kopi adalah bagian dari perubahan. Dan hasilnya sama, konsep dan aspirasi menjadi satu tarikan linear sejajar. Tidak ada pembeda antara konsep perubahan yang di usung oleh caleg satu dengan yang lain. Pertanyaan kemudian menggema? mereka benar menyaring aspirasi atau sekedar melancong? Ataukah hanya bagian dari melancong, menyaring aspirasi kemudian dijadikan daya pikat poltik? Ataukah memang demikian kondisi daerah ini?

Sebelum kita telaah, jangan lupa sruput dulu kopi nya. Pertama akan kita mulai dengan pertanyaan, seberapa banyak politisi kita hadir setelah ditetapkan sebagai pemenang? Tentu saja jawabannya sedikit. Hal ini bukan tanpa mendasar. Masyarakat yang sudah terbiasa dijadikan kacung politik lambat laun akan sadar bahwa perjuangan mereka sebagai pemilik suara hanya bagian dari simboliasi kontestasi atau urusan kepentingan. Setelah itu, hanya akan kembali menjadi biasa dalam problem kesejateraan mereka sendiri. Politisi-politisi yang di perjuangkan dengan slogan perubahan akan sambil lalu melupakan tetapi tidak dilupakan. Solusi dari Problem-problem yang ditawarkan akan usang tersimpan dan akan hadir lagi 5 tahun mendatang. Hal ini mengingatkan saya pada sebuah pernyataan “ politisi itu, mengurus diri sendiri saja belum cukup apalagi mengurus kesejateraan rakyat”.sebuah pernyataan yang menurut saya begitu klimaks namun benar adanya, banyak politisi kita di parlemen tidak benar-benar merubah kebijakan dan membawa aspirasi rakyat yang sesungguhnya.  Sudah begitu, urusan silaturami, adalah nomor sekian.

 Kedua, apakah para caleg ini benar menyaring aspirasi ataukah hanya melancong? Kontestasi pileg yang diadakan 5 tahun sekali merupakan bagian dari demokrasi yang dianut negara. Tentunya pada saat demikian, semua orang punya hak yang sama untuk ikut terlibat  dan berpastisipasi. Dan, semua orang punya hak untuk meracik strategi terlepas dari sisi kemanusiaan pada diri sendiri. Antara melancong dan benar menyaring aspirasi sangat tidak mungkin di jawab saat ini. Satu yang pasti,untuk saat ini saya sedikit berkesimpulan bahwa mereka masih pada taraf melancong.

Kenapa demikian? Marketing politik memainkan peranan yang sangat penting dalam kontestasi politik. Banyak cara membranding diri guna menarik massa. Baik lewat konsep yang mirip, lewat majelis, silaturahim, bagi-bagi sumbangan, poltik family  dll. Fokus utama tentu saja menyaring massa dan mengklaim basis, bobotan branding akan diperkuat dengan kondisi dan fakta real dilapangan yang diadukan menjadi solusi jangka panjang. Masyarakat pada posisi ini hanya bersikap percaya, yah..namanya masyarakat posisi mereka hanya bisa percaya. Pada konteks ini, politisi akan melihat itu sebagai sebuah peluang dan pasar segar menjual produk. Aspirasi masyarakat menjadi bagian pelengkap, manakalah aspirasi tersebut akan di utarakan dengan ribuan solusi di telinga-telinga masyarakat.

Pada kesimpulannya, aspirasi masyarakat hanya akan dibuktikan jika hasil melancong itu benar-benar menjadi titah perjuangan setelah duduk dikursi parlemen nanti. Saya sendiri tidak apatis terhadap para politisi, akan tetapi fakta dilapangan seringkali menjadi alasan kenapa harus menjadi apatis. Para politisi adalah orang hebat yang dilahirkan lewat tangan-tangan proses,tetapi jika kesakitan itu hanya akan digunakan untuk memuaskan diri di parlemen maka saya sendiri dan kita semua sudah harus jeli menetapkan pilihan pada orang-orang yang benar-benar mempunyai nawaitu menjalankan aspirasi. Selamat berjuanng, pilih yang tepat karena yang tepat tidak sekedar melancong tetapi benar berjuang.***
Komentar

Berita Terkini