-->
    |


Refleksi Kemerdekaan yang Dibatasi PPKM

Oleh : M. GIBRAN AKBAR HANAFI

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Khairun Ternate

Pergerakan Nasional yang mewujud sebagai buah protes atas sejumlah penindasan kaum kolonial pada rakyat di Nusantara selama bertahun-tahun, bukanlah peristiwa yang terjadi tiba-tiba dalam fase sesaat. Beberapa faktor penyebab timbulnya pergerakan nasional yang bersumber dari dalam negeri (internal), antara lain digambarkan dengan Adanya tekanan dan penderitaan yang terus menerus, sehingga rakyat Indonesia harus bangkit melawan penjajah, Adanya rasa senasib-sepenanggungan yang hidup dalam cengkraman penjajah, sehingga timbul semangat bersatu membentuk Negara, Adanya rasa kesadaran nasional dan harga diri, menyebabkan kehendak untuk memiliki tanah air dan hak menentukan nasib sendiri.

 Proklamasi kemerdekaan yang kita peringati setiap tanggal 17 Agustus adalah sebuah peristiwa bersejarah bagi bangsa Indonesia. Proklamasi, telah mengubah perjalanan sejarah, membangkitkan rakyat dalam semangat kebebasan. Merdeka dari segala bentuk penjajahan. Proklamasi, ternyata didahului oleh perdebatan hebat antara golongan pemuda dengan golongan tua. Baik golongan tua maupun golongan muda, sesungguhnya sama-sama menginginkan secepatnya dilakukan Proklamasi Kemerdekaan dalam suasana kekosongan kekuasaan dari tangan pemerintah Jepang. Hanya saja, mengenai cara melaksanakan proklamasi itu terdapat perbedaan pendapat. Golongan tua, sesuai dengan perhitungan politiknya, berpendapat bahwa Indonesia dapat merdeka tanpa pertumpahan darah, jika tetap bekerjasama dengan Jepang. Karena itu, untuk memproklamasikan kemerdekaan, diperlukan suatu revolusi yang terorganisir. 

        Soekarno dan Hatta bermaksud membicarakan pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Dengan cara itu, pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan tidak menyimpang dari ketentuan pemerintah Jepang. Sikap inilah yang tidak disetujui oleh golongan pemuda. Mereka menganggap, bahwa PPKI adalah badan buatan Jepang. Sebaliknya, golongan pemuda menghendaki terlaksananya Proklamasi Kemerdekaan itu, dengan kekuatan sendiri. Lepas sama sekali dari campur tangan pemerintah Jepang.

Dalam sudut pandang yang lain, sejarah tersebut kemudian menjadi cikal bakal dirumuskannya Pancasila setelah melalui beberapa tahapan berdebatan baik secara moral maupun konstitusional, diantaranya mengenai 7 kata yang di hapus kemudian sejarah tersebut dikenal dengan peristiwa piagam Jakarta. Inti sari dari pembahasan mengenai Pancasila ketika di identikan dengan kondisi bangsa Indonesia hari ini maka hal yang paling urgent untuk ditegakkan adalah hak asasi manusia dan keadilan sosial. 

Dalam Konsep Teori Keadilan, Jhon Rawls berpendapat bahwa keadilan adalah kebajikan utama dari hadirnya Institusi-institusi sosial (Social Institutions) akan tetapi, menurutnya kebajikan bagi seluruh masyarakat tidak dapat mengesampingkan atau menggangu rasa keadilan dari setiap orang yang telah memperoleh rasa keadilan, khususnya masyarakat lemah. Beberapa akhir-akhir ini banyak permasalahan mengenai intimidasi terhadap hak-hak warga Negara, misalnya kasus injak kepala warga papua yang dilakukan TNI AU, Kasus Mural (seni lukis) yang dianggap menghina lambang Negara (Presiden) padahal dalam UU No. 24 Tahun 2009 Pasal 36A menyebutkan Lambang Negara ialah Garuda Pancasila

Semisalnya di komparasikan dengan Kasus Korupsi 32 Miliar lebih, yang dilakukan Juliari Batu Bara hanya dituntut 11 tahun penjara. Padahal Juliari Batu Bara telah mengesampingkan hak-hak warga Negara untuk memenuhi haknya. Sila kedua pancasila yakni Kemanusiaan yang Adil dan Beradab mengandung pengertian bahwa seluruh manusia merupakan mahkluk yang beradab dan memiliki keadilan yang setara di mata Tuhan. Dengan kata lain, seluruh manusia sama derajatnya baik perempuan atau laki-laki, miskin maupun kaya, berpangkat maupun yang tidak. Di negara kita ini sejatinya tidak diperbolehkan adanya diskriminasi terhadap suku, agama, ras, antargolongan, maupun politik. Hak warga negara Indonesia telah tercantum dalam UUD 1945. 

Hak-hak tersebut antara lain adalah hak asasi manusia, hak mendapatkan pekerjaan, hak perlindungan hukum yang sama, hak memperoleh pendidikan, dan sebagainya. Dalam Prinsip Kebebasan yang sama (equality liberty principle) tercermin dari adanya ketentuan mengenai hak dan kebebasan warga negara (constitutional rights and freedoms of citizens) yang termuat didalam bab XA tentang Hak Asasi Manusia, diantaranya  Pasal 28E UUD 1945 mengenai kebebasan memeluk agama (freedom of religion), kebebasan menyatakan pikiran sesuai hati nurani (freedom of conscience), serta kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat (freedom of assembly and speech). Kasus pelanggaran HAM merupakan hal yang sangat erat dengan penyelewengan sila kedua dari Pancasila. 

Kalau kita simak, kasus pelanggaran HAM berdasarkan sifatnya sebenarnya dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu kasus pelanggaran HAM berat seperti  genosida, pembunuhan sewenang-wenang, penyiksaan, penghilangan orang secara paksa, dan perbudakan, sementara kasus pelanggaran HAM biasa antara lain berupa pemukulan, penganiayaan, pencemaran nama baik, menghalangi orang dalam mengekspresikan pendapatnya, dan menghilangkan nyawa orang lain. 

Beberapa contoh kasus-kasus besar pelanggaran HAM antara lain kasus pemberontakan PKI pada tahun 1948 peristiwa G30S/PKI tahun 1965, tragedi 1998, bom Bali. serta masih banyak lagi kasus-kasus pelanggaran HAM lainnya yang sampai saat ini masih marak terjadi. Sila kedua yang berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan beradab” mengandung pengertian bahwa manusia Indonesia seharusnya diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya selaku mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang memliki derajat yang sama, mempunyai hak dan kewajiban yang sama, tanpa membeda-bedakan agama, suku, ras, dan keturunan. Sila kedua dibutuhkan guna menangkal berbagai ancaman kemanusiaan serta untuk menegakkan nilai-nilai universal kemanusiaan di negara ini. Selain itu sila ini juga harus mampu menjamin hukum yang adil bagi masyarakat secara keseluruhan, utamanya demi penegakan HAM yang dilakukan secara komprehensif dan transparan.

             Negara harus pula menjamin hak-hak warga negara secara transparan dan akuntabel sebagaimana dimaksud Didalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat yang berbunyi “Melindungi setiap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia”.  Hal-hal yang dimaksudkan untuk wajib dilindungi adalah semua komponen yang membentuk bangsa Indonesia mulai dari rakyat, kekayaan alam, serta nilai-nilai bangsa. Parameter atau ukuran subyek hukum warga negara yang sudah terlindungi adalah jika hak-haknya telah terpenuhi, berdasarkan hukum negara. Hak warga negara Indonesia telah tercantum dalam UUD 1945. 

          Hak-hak tersebut antara lain adalah Hak Asasi Manusia, Hak mendapatkan pekerjaan, Hak perlindungan hukum yang sama, hak memperoleh pendidikan, dan sebagainya. Oleh karna itu oprasionalisasi penegakan hukum harus dilakukan secara komprehensif, holistic. Disamping penanganan hukum yang ketat, kepatuhan terhadap Kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) dan kitab undang-undang hukum acara pidana (KUHAP) harus diperhatikan oleh para penengak hukum dalam menangani berbagai kasus yang ada. (*)

 

Komentar

Berita Terkini