-->
    |


Selamat Pergi Sahabatku, PRAM


Oleh : Imran Husen

Genangan air di samping kamp tepat di sebelah kiri kamarku, cokelat kemerahan. Kedalamannya tidak sampai sejingkal. Hanya saja di beberapa bagian setinggi mata kaki. 

Rumpun-rumpun dedaunan tersangkut beberapa kertas plastik. Kertas itu keras kepala melepaskan tangannya melawan deras air hujan sampai ke dataran yang lebih rendah. Entah sudah berapa lama Ia berpegang ranting putri malu yang hampir layu.

Hari ini Jum'at 30 April 2021, masuk 19 Ramadhan adalah hari di mana aku baru saja menutup buku " Perawan Remaja Dalam Cengkeraman Militer : catatan pulau buru.  Karyamu. Aku yakin Kau menulis buku ini dengan hati pilu, terluka, emosi juga bercampur kebencian pada Nippon tahun 1943-1945. Sebab yang Aku baca bukan kata-kata biasa penghibur masa senggang. Tapi fakta di balik ratusan ribu gadis-gadis remaja Indonesia yang tertipu oleh propaganda jepang. 

Mereka kira, Nippon berbelas kasih untuk memberikan pendidikan pada remaja Indonesia. sebuah misi tentang persiapan Sumber Daya Manusia mengurusi kemerdekaan. Satu persatu remaja itu di jemput oleh tentara jepang di rumah, di pasar, di jalan-jalan, kemudian di angkut untuk sekolah di Singapura, Jepang, Thailad, dan masih banyak lagi. Akan tetapi, misi itu hanya sebuah tipu belaka demi pelampiasan birahi tentara Jepang di berbagai daerah jajahan. hasilnya ratusan ribu gadis itu bukan melanjutkan sekolah tapi malah menjadi budak untuk melayani nafsu bejat tentara Nippon.

Kau juga menulis tentang salah satu  korban budak seks Nippon bejat  yang bernama Mulyati yang di temukan di kampung Wai Lo. Sebuah kampung di pedalaman pulau buruh. Perempuan itu harus menelan pahitnya kehidupan pasca pulangnya tentara Jepang. Ia tak tahu jalan untuk pulang ke Jawa. Akhirnya di bawa oleh suku Alifuru menuju hutan. 

Pada akhir Maret 1979, jenajahnya di temukan terdampar di atas kerikir dan batu kali Wai Lo. Ia meninggal karena terserang wabah flu di masa-masa itu. Saat di temukan, dagingnya telah rusak. Beberapa gumpal terlepas dari tubuh. sementara daging kaki kirinya hanyut terbawa air sungai. Hanya tulang-belulang yang tersisa dan tak ada yang berani mendekat karena takut tertular wabah juga keganasan Adat alifuru. Sebulan kemudian baru jasad itu di jumpai kembali untuk di kebumikan di tempat yang sama tapi mereka mendapatkan tubuh Mulyati dalam kondisi yang lebih rusak.

Kau berpesan bahwa di lain hari ada keluarganya yang hendak mencari beliau. Kau memberi petunjuk bahwa jasad Mulyati di kuburkan di bawah timbunan kerikil di kaki bukit Tunggu di atas kampung Nisoni.

Mulyati dengan cita-cita memperbaiki hidupnya untuk mengabdi pada bangsa dan negara. toh menghebuskan nafas terakhirnya di pulau yang jauh dari asalnya. parahnya negara bungkam dengan peristiwa kelam itu.

                            *******

30 April 2006 pukul 08.30 WIB, Kau menghebuskan nafas terakhir dalam dekapan keluarga tercinta. Kau yang semasa hidup tidak pernah menyerah di bawah kepongahan dan kekuasaan manusia. namun. Innalillahi Wa'innailaihi  rajiun.  Mau tak mau kau menyerah di bawah kuasa Illahi. Kau telah pergi untuk selama-lamanya. Kau meninggalkan bumi. Bumi Manusia.

Saat-saat yang masih kritis kau menceletuk dengan  sisa tenagamu. " kaum mudah harus melahirkan pemimpin". Kau menumpahkan harapan yang begitu besar kepada kaum muda untuk memperbaiki arah kehidupan bangsa dan negara. 

Kau sudah benar-benar kehilangan kepercayaan kepada generasi tua, termasuk generasi seangkatanmu. Bagimu, kaum mudalah yang harus merebut kesempatan untuk menjadi pemimpin di segenap sektor kehidupan.

Blora pada 6 Februari 1925, Kau dilahirkan dari rahim seorang perempuan bernama Oemi Saidah.  Putra sulung dari M.Toer, aktivis politik dan sosial terkemuka di kota kecil itu.

Pram, kau semasa hidupmu telah menuai ratusan tulisan baik fiksi maupun nonfiksi. Baik karya asli dari kepalamu sendiri maupun terjemahan. Karyamu yang Aku suka adalah tetralogi Pulau Buru, Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca. 

Karya tersebut di tulis bukan dalam ruangan ber-AC dengan cemilan dan kopi yang cukup. Tapi Kau menulis karya luar biasa itu dalam pengasingan. Pulau Buru puluhan tahun  yang lalu pada masa pemerintahan Jendral Soeharto.

Kau di kenal sebagai sosok kontroversial, baik  sebagai pengarang maupun aktivis kebudayaan. Kau begitu terbuka dalam setiap ungkapan fakta dalam peristiwa-peristwa perjuangan kemerdekaan. Ujung penamu terlalu tajam untuk di baca oleh kekuasaan. Akhirnya atas dasar itu Kau di paksa tarik masuk dalam jeruji  penjara.

Pemerintah Kolonial Belanda memenjarakanmu karena keberpihakanmu pada kemerdekaan Indonesia. Toh negara masih belum juga paham atas sikap beranimu itu. Kau menulis buku Hoakiau di Indonesia sebagai perwujudan keberpihakanmu pada kebenaran sejarah dan keadilan kelompok minoritas (tionghoa). Atas alasan buku itu, pemerintahan Soekarno menjebloskan tubuhmu ke dalam penjara pada 1961.

Soekarno runtuh pada 1966 dan Soeharto kembali berkuasa. Dalam rezim ini pun Kau masih tetap  di tuduh antek PKI karena perananmu sebagai eksponen lembaga kebudayaan rakyat ( Lekra ). Pada 11 juli 1965-1969, Kau di buang ke Nusakambangan lalu 12 november 1979 di buang ke Pulau Buru. 

Penjara-penjara yang pernah di huni tidak memberimu keterkungkungan melainkan kebebasan total untuk hidup secara "sendirian".  mungkin dalam situasi itu Kau pasrah kepada sang pemilik hidup dan tidak menyerah pada kehidupan sendiri. seseorang seniman bilang, Kau baru mendapatkan kebahagiaan di masa-masa tua dan itu pula di penjara. 

Kau adalah antitesis dari puncak kebahagiaan manusia yang datang di masa usia manusia itu sendiri yang berkisar belasan hingga 20-an.

Selepas dari itu dan pulang dari pengasingan,  belum juga terbebas dari penistaan. Meski sebelumnya, militer menyita rumahmu dan membakar karya-karyamu. Dan ketika keluar dari Pulau Buru, karaktermu di bunuh oleh negara. Kau tak menyerah. begitu kuat dengan isi kepalamu. 

Rezim Orde Baru di bawah pimpinan Jenderal Besar Soeharto tidak pernah membuktikan sama skali stigma PKI atas dirimu melalui pengadilan yang adil, jujur dan terbuka. Stigma itu terus menerus membayang-bayangi kehidupanmu dan keluarga besarmu.

Meski begitu Kau masih tetap kuat dengan isi kepalamu. Kau terus mengada dan tidak pernah terkalahkan. Kau berkarya meski selalu saja ada upaya untuk mentiadakan karya-karyamu. Sampai-sampai mereka melarang karyamu di baca oleh penduduk Indonesia. Siapapun yang bahkan hanya sekedar berdiskusi nama Pram di warung kopi akan di sergap dan di penjarakan. Tidak percaya? lihatlah dua pemuda di Yogyakarta.

Tigor N dan Bambang Isti Nugroho yang terpaksa menerima nasib di balik bui hanya karena berdiskusi karya-karyamu. begitu kezam kekuasaan menindas dirimu pram.

Meski begitu, di luar negaramu tak banyak dari lembaga jurnalis yang memberimu penghargaan. Kau di hargai sebagai Freedom to Write Awards oleh Pen Amerika Center pada 1998, the Found for Free Wxpression dari AS pada 1989, Wertheim Awards oleh belanda pada 1995, Ramon Magsaysay Awards Philiphina 1995, Unesco Mananjeet Singh Prize 1996. PRD Awards 1996, Doctor Of Human Letters dari Michigan AS 1999, Chancellers Distrighuished Honor Awards oleh Universitas California AS 1999, Chevalier de i Ordre Des Art Et Ses Letters oleh Perancis pada 1999,  New York Foundation for the Art Awards oleh AS pada tahun 2000, Fukuoka cultural Grand Prize, Jepang pada tahun 2000, Centenario Pablo Neruda oleh Chili pada 2004, dari semua penghargaan itu sehingga kau di nobatkan sebagai orang paling berpengaruh oleh majalah Time.

19 juli 1995 yayasan Magsay memberikan penghargaan  bidang sastra dan jurnalistik kepadamu dan beberapa minggu kemudian informasi tersebut memunculkan kehebohan karena ada beberapa sastrawan tanah air menaruh curiga dan rasa tidak puas atas keputusan itu. beberapa di antaranya : Mochtar Lubis, Rendra, dan Taufik Ismail. Mereka mempertanyakan pemberian penghargaan kepadamu. Namun tidak Kau hiraukan. Toh juga tidak Kau inginkan penghargaan itu.

Kini Aku benar-benar paham satu hal bahwa nama beserta karyamu di cegah beredar di negerimu sendiri, tapi nama dan karyamu  menghampiri setiap orang yang ada di belahan benua di dunia. Karyamu di terjemahkan lebih dari 40 bahasa. Karya itu akan tetap hidup meski Kau telah pergi meninggalkan bumi dan bumi manusiamu.

Iya, bumi manusia, karya tanganmu sendiri yang menurut The Washington Post Book Review sebagai karya yang paling brilian dalam menata jejaring motvasi, karakter dan emosi yang terlahir dari tangan seorang master yang memiliki kecerdasan luar biasa.

                                  *********    


Menurutmu "mengarang adalah misi hidup. Bagian dari iman." dan Kau bukan sama sekali sekedar numpang hidup dalam bangsa Indonesia tapi turut mengambil peran dalam mendirikan republik ini. Meski balasan darma baktimu adalah penjara. 

Kau benar-benar cinta tanah air. berkarya dengan sangat keras sepanjang hidupmu demi tanah air. Kau tidak pernah makan gaji dan menikmati fasilitas tanah airmu. Terserah orang lain tapi Kamu tidak. Kau mencari lapangan kerja sendiri menikmatinya sendiri tanpa mengganggu kedamaian tanah air.

Sepeninggalmu yang lebih dari delapan tahun berlalu,  sebuah perpustakaan bertulis Pramoedya Ananta Toer anak semua bangsa (PABATA) di bangun di Blora. Adalah Susilo Toer dan Soebagjo Toer adik-adikmu sendiri yang mendirikannya sekaligus memperingati hari kematianmu itu dengan berbagai lomba menulis. 

Tubuh Susilo Toer adikmu itu pendek. Tak lebih dari 160 cm. Dia keras kepala, keras kemauan,  keras menghadapi setiap rintang atau liku hidup. pada usia yang ke 70  masih juga bekerja keras. Memungut, menulis dan memotivasi siapapun untuk terus menulis. Begitulah aktifitas selama pergimu di rumah tua di pojok kota Jalan Sumbawa 40 Blora.

Adikmu membangun perpustakaan itu dengan sederhana. Menjamu para tamu dengan sederhana pula. Bukan hanya tamu dalam negeri. Beberapa tamu luar negeri tak luput untuk dia jamu. Bagi Susilo adikmu " siapapun yang datang ke perpustakaan ini bisa meminjam buku, gratis. Jika haus Saya suguhi minuman. Jika lapar, saya suguhi makanan. Jika menginap, Saya sediakan kamar". Mana ada perpustakaan lain semacam itu?. Meski begitu, masih belum habis stigma buruk datang dari mulut kekuasaan.  Bagi mereka itu adalah perpustakaan liar. Ilegal.

Aku tidak paham maksud kekuasaan. Maksud mereka liar karena apa? tidak berizin? haruskah perpustakaan di bangun untuk mecerdaskan generasi tanah air harus melewati perizinan negara juga?. Tidak masuk akal.

Aku menduga stigma itu di luncurkan untuk meneyelimuti kebencian serta rasa iri pada capaian karya-karyamu pram.

                               *****


Pram,. sudah hari ke lima aku mendiami pulau nan jauh dari tanah asalku ini. Sejak datang sampai hari ini baru sekali turun hujan. Dan hujan itu baru saja reda. Daun-daun yang  telanjang mungkin masih terpeluk embun. 

Tentu banyak orang-orang di sini tidak mengenal dirimu. Masa bodoh dengan kamu. Toh, yang ada di kepala mereka hanyalah uang. Mencari uang untuk menghidupi keluarganya.

Mungkin Aku juga begitu.  

Aku sekamar dengan seorang pria asal Depok. Alexandria namanya. Ia sudah lebih dulu tinggal di pulau ini. Tiga tahun sebelum telapak kakiku kotor dengan tanah pulau ini.

Kami berdua baru kenal ketika sekamar bersama pada 5 hari lalu. Dan padanya, Aku jadi tahu sedikit hal tentang cara hidup di pulau tandus ini. Dia tidak kenal kamu. Ia hanya kenal adikmu, Susilo Toer. Itupun lewat beberapa acara talkshow yang sering beliau hadiri. Lebih dari itu tidak. Dia baru tahu kalau Susilo Toer itu adikmu. Tentu lewat penjelasanku.

Kini Aku dan kamu hidup di masa yang begitu jauh. Namun begitu karya-karyamu senantiasa menjadi sahabatku. Di masa lapar, kenyang, sendiri maupun dalam kerumunan. Karyamu Aku genggam bak menggenggam tangan sahabatku sendiri.

Akhirnya Aku menutup surat pendek ini dengan ucapkan terima kasih yang maha tinggi untuk lelah tanganmu.

Jika tak berlebihan, aku sisipkan satu di antara pujianku kepada ALLAH SWT untuk memujimu. Juga ku sisipkan satu di antara do'aku kepada kedua orang tua untuk tenangmu di sana.

semoga karyamu abadi. Selamat pergi Pram. 

Komentar

Berita Terkini