JAKARTA, reportmalut.com- Investasi
hijau sebagai upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim hanya akan tercipta
jika semua stakholders bergerak dalam satu orkrestrasi, baik dalam
perencanaan-penganggaran maupun penyusunan dan implementasi kebijakan. Pesan
ini mengemukan dalam Seminar Nasional Diseminasi Kajian bertajuk “Investasi
Hijau dalam Mitigasi-Adaptasi Perubahan Iklim: Kajian Kebijakan dan
Implementasi di Daerah” yang diselenggarakan Komite Pemantauan Pelaksanaan
Otonomi Daerah (KPPOD), Selasa (30/07/2024) bertempat di Kuningan, Jakarta.
Turut
hadir sebagai penanggap dalam seminar ini, Vivi Yulaswati (Deputi Bidang
Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN/Bappenas RI, Endah Tri Kurniawaty (Direktur Penghimpunan
dan Pengembangan Dana, Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup [BPDLH]), Nurdiana Darus (Wakil Ketua Pembangunan
Berkelanjutan APINDO, Gita Syahrani (Head of Executive Board Kualisi Ekonomi
Membumi), dan Direktur Eksekutif, KPPOD Herman Suparman.
Kajian
ini merekomendasikan Pembentukan peraturan perundang-undangan payung untuk
adaptasi dan mitigasi Perubahan Iklim. Selain itu, perlu perumusan perencanaan dan
kebijakan serta kelembagaan investasi hijau yang partisipatif, transparan dan
akuntabel dengagan memperhatikan keselarasan dengan perencanaan nasional dan
daerah.
Menanggapi
Kajian KPPOD, Vivi Yulaswati menegaskan bahwa kajian ini merupakan masukan
penting bagi perumusan kebijakan investasi Indonesia di masa mendatang. “Kolaborasi
dari dunia usaha dan masyarakat melalui berbagai bentuk pembiayaan masih sangat
dibutuhkan. Tentunya ke depan membangun iklim investasi dan ekosistem yang
kondusif masih terus didorong.” ujar Vivi.
Endah Tri Kurniawaty juga menyebutkan bahwa pada saat ini BPDLH memiliki skema insentif mendukung investasi hijau, baik kepada pemda yang memiliki komitmen khusus terhadap pengurangan emisi dan bagi entitas usaha yang memiliki konsen terhadap ESG. Semakin kecil komitmen pemda, maka uang yang diberikan juga semakin kecil.
“Setiap insentif yang kami berikan, kami berkolaborasi dengan
kementerian/lembaga pengampu. Saat ini juga kami mencoba untuk membantu UMKM
bagaimana kemudian mereka mengintegrasikan ESG dalam usahanya, kita berikan
insentif kepada UMKM untuk mencapai level tertentu dalam ESG,” jelasnya.
Wakil
Ketua Bidang Pembangunan Berkelanjutan APINDO, Nurdiana Barus, turut
menjabarkan betapa pentingnya investasi bagi keberlanjutan lingkungan di masa
mendatang. “Tujuan dan roadmap harus jelas, kemudian ada transparansi atas roadmap
investasi hijau yang ada. Sebab ini potensinya sangat besar dan demand-nya sangat tinggi.” kata Nurdiana.
Senada dengan Nurdiana, Gita Syahrani mengingatkan bahwa penting bagi pemerintah untuk menyiapkan skema insentif bagi pelaku usaha yang telah menjalankan sustainability report.
“Jadi, kalau kita
lihat core elements (sustainablility report-red), apakah
strategi implementasinya bisa disinkronkan? Dimana pemerintah memberikan
insentif, tidak hanya dari sisi kebijakan fiskal, tapi turun hingga level
apresiasi daerah, itu bisa membantu pelaku usaha yang berkomitmen dan paralel
memberikan sinyal pada masyarakat sipil bahwa spektrum yang perlu dibantu dari
kapasitas filantropi dan grants adalah yang memang layak. Kalau sekarang nampak
terpecah-pecah, seperti misalnya pemerintah mengatur soal energi padahal pelaku
usaha maunya yang lain”, jelas Gita.
Sebagai penutup, Direktur Eksekutif KPPOD Arman Suparman menyebutkan bahwa penataan investasi hijau memerlukan penataan kebijakan hingga kelembagaan yang adaptif dengan situasi dunia saat ini.
”Ada problem tumpang tindih yang terjadai dalam
pengawasan dan pembinaan, kami melihat
ini akan menjadi masalah bagi Presiden baru dan semua kepala daerah yang baru
besok (Pasca Pilkada serentak-red). Oleh karena itu, kami merekomendasikan
untuk melihat lagi UU Pemda, terutama pada bagian lampiran agar benar-benar patuh
pada pembagian urusan yang benar-benar adil dan berkeseimbangan, tidak hanya
pemerintah pusat dan daerah, tapi memberikan akses kepada kelompok masyarakat
dan pelaku usaha untuk terlibat dalam tata kelola itu,” pungkas Arman. (*)