-->
    |



Sekwil API Kartini Malut : Pemerintah Harus Hadir Melindungi Korban Kekerasan Perempuan

 

Gambar Ilustrasi

Tidore- Dalam Catatan Tahunan (Cahatu) Komnas Perlindungan Perempuan dan Anak, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak setiap tahun terus meningkat di Seluruh Indonesia. Di Maluku Utara, problem ini bahkan mendapat perhatian khusus dari Aksi Perempuan Indonesia Kartini (Api  Kartini)  Maluku Utara. 

Menurut Seketaris Wilayah API Kartini Malut, Nursaevha A. Kadir saat dihubungi via phone, Senin (09/11) mengatakan, sejauh ini tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak belum mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah, dalam hal ini Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Maluku Utara.

“Sejauh ini tidak ada keseriusan dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan  Anak di Maluku Utara. Hal ini dibuktikan dengan minimnya laporan kekerasan perempuan dan anak dari Maluku Utara ke Komnas Perlindungan Perempuan dan anak sebagai evaluasi Catahu korban kekerasan. Bahkan, Catahu Komnas Anti Kekerasan Perempuan dan Anak Tahun 2019 yang dirilis pada tanggal 6 Maret 2020, Provinsi Maluku Utara bahkan tidak ada dalam Catahu Komnas,” Tegas Efa

Sepanjang Tahun 2020, Kata Efa, banyak sekali kasus kekerasan yang terjadi di setiap Kabupaten kota dan dinas terkait cenderung abai.

"Misalnya pendampingan korban kekerasan seksual di Kota Tidore yang sementara berjalan. Di mana, Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak di Kota Tidore hanya hadir satu kali dan sampai sejauh ini tidak ada lagi. Seharusnya ada pendampingan hukum untuk korban,” Ungkapnya

Soal kekerasan terhadap perempuan dan anak tambah Efa, mestinya pemerintah harus hadir dalam proses pendampingan karena itu dijamin dalam KUHP. Hadirnya Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dalam merespon kasus-kasus seperti ini adalah bagian fungsinya. 

Korban, Lanjut Efa, sangat membutuhkan dukungan dan suport untuk bersuara. Sehingga dapat diketahui berapa besar persentase angka kekerasan perempuan di Maluku Utara untuk menekan angka korban kekerasan yang akan terjadi.

“Harapan kami, pemerintah harus turut melibatkan diri dalam setiap kasus yang terjadi. Kita harus sama-sama bekerja sebagai mitra. Serta melakukan sosialisasi kepada masyarakat secara masif, karena keluarga korban lebih memilih bungkam untuk menjaga nama baik keluarga, daripada mencari keadilan terhadap diri korban itu sendiri” harapnya," ujarnya.

Efa berharap, pemerintah harus memiliki metode-metode terbaru demi kepentingan advokasi kasus terhadap kekerasan perempuan dan anak di Maluku Utara. Sehingga, lebih terfokus fungsi kontrol dan tanggungjawab pemerintah terhadap masyarakat,". (Al).


Komentar

Berita Terkini